Sabtu, 03 Desember 2016

SIAPAKAH MANUSIA ITU?

Para ilmuwan sejak zaman dahulu hingga kini telah berusaha mencari jawaban, siapa sesungguhnya manusia itu? Mereka melihatnya dari berbagai sudut pandang menurut spesialisasi keilmuan mereka. (Lihat Ernst Cassirer, Manusia dan Kebudayaan, h. 35) Namun usaha – usaha tersebut belum juga dapat menjawab dengan tuntas seputar manusia. Dunia manusia masih diliputi misteri.  Alexis Carrel, seorang dokter, menulis tentang “Misteri  Manusia”. Manusia baru diteliti bagian-bagian tertentu saja, namun totalitas manusia itu belumlah terjawab.
Zaman Carrel telah berlalu.  Kini perkembanghan ilmu pengetahuan semakin pesat, namun rasanya masih banyak tersisa pertanyaan seputar manusia. Yang banyak tereksplorasi barulah fisik manusia. Seakan-akan penemuan pada dimensi ini melaju begitu pesatnya. Sedangkan dimensi kejiwaannya baru diketahui sedikit. Dan Allah pun telah berfirman bahwa mengenai jiwa,  manusia diberi pengetahuan hanya sedikit (QS 17: 85). Jadi  apapun usaha manusia untuk  mengungkap sisi kejiwaan manusia akan tetap tidak berhasil. Pertanyaan yang satu belum terjawab muncul lagi berbagai pertanyaan lain. Namun bukan berarti usaha manusia untuk mengetahui ranah jiwanya tak perlu lagi. Alam semesta adalah ruang yang sangat luas, dan jiwa pun sebagai ‘ruang’ yang sangat luas dan belum terkuak serta masih diselimuti misteri.
Beberapa tahun yang lalu para ahli mengatakan bahwa keunggulan manusia dilihat pada IQ-nya (kecerdsan akademis/ intelektual). Bila IQ-nya tinggi maka manusia itu unggul. Maka segala usaha dilakukan bagaimana mengukur dan meningkatkan IQ. Dan melalui hasil penelitian pula diketahui bahwa unggul IQ saja belumlah cukup, yang hanya menggunakan otak kiri (logika), sedangkan otak kanan (emosi) tidak digunakan. Padahal EQ (kecerdasan emosional) pun sangat penting untuk kebeberhasilan dalam hidup,  seperti kata Daniel Goleman. Sebab tidak jarang siswa yang nilai pelajaran matematikanya (eksak) tidak menonjol namun ketika lulus ia sukses dalam karirnya.
Namun Tony Buzon mengemukakan bagaimana menggunakan Mind-Map untuk mengembangkan Creative Intelligence. Ia bercerita bahwa Prof. Sperry, yang mendapat hadiah Nobel tahun 1981, meneliti tentang fungsi gelombang otak. Ilmuwan itu telah menduga bahwa gelomang otak akan berbeda untuk setiap kegiatan yang berbeda.  Yang tidak ia duga adalah, kata Buzon, ditemukannya bahwa rata-rata otak membagi kegiatannya secara jelas antara kegiatan “otak kiri” (korteks kiri) dan “otak kanan” (korteks kanan). Penelitian itu lalu dikenal sebagai penelitian “otak kiri/ kanan”.
Adapun pembagian kerja otak secara garis besar adalah sebgai berikut:
Orak  Kiri          Otak  Kanan
Kata-kata            Irama
Logika                  Kesadaran Spasial
Angka                  Dimensi
Urutan                 Imajinasi
Linear                  Melamun
Analisis                Warna
Daftar                  Kesadaran Holistik
Kesimpulan Buzon adalah bahwa, para kreatif jenius mulai dari Plato, Al-Ghazali, Michelangelo, Beethoven hingga Einstein telah menggunakan otaknya secara utuh. Dan daftar orang-orang jenius bisa kita tambahkan lagi.
Setelah diungkapnya kecerdasan rasional dan emosional pada manusia, lalu Danah Zohar menulis tentang SQ atau Kecerdasan Spiritual. Namun ia bukanlah satu-satunya yang menulis tentang kecerdasan spiritual. Kang Jalal, dalam pengantar buku Zohar, mengutip definisi menurut Kalil Khavari, “Kecerdasan spiritual adalah fakultas dari dimensi nonmaterial kita—ruh manusia. Inilah intan yang belum terasah yang kita semua memilikinya. Kita harus mengenalinya apa adanya, menggosoknya sehingga mengkilap dengan tekad yang besar dan menggunakannya untuk memperoleh kebahagiaan abadi. Seperti dua bentuk kecerdasan lainnya, kecerdasan spiritual dapat ditingkatkan dan juga diturunkan. Akan tetapi, kemampuannya untuk ditingkatkan tampaknya tidak terbatas”. (Lihat  SQ, h. xxvii)
Sang Khalik telah menciptakan manusia dengan sempurna. Lalu bagaimanakah kita dapat meyakini bahwa manusia sebagai makhluk sempurna? Kita dapat membandingkan manusia dengan makhluk lainnya di dunia ini.  Manusia mempunyai banyak pilihan dalam hidup,  namun makhluk lainnya hanya punya pilihan terbatas. Syetan hanya bisa mengajak pada kesesatan, malaikat hanya mampu melakukan hal baik, seekor burung hanya membuat sarang dan mencari makan seperti itu tak lebih dari itu, sedangkan manusia dapat membangun peradaban dunia. Dan dapat pula ia menghancurkannya. Kita mengetahuinya dari catatan sejarah yang ditorehkan manusia.
Dengan melihat catatan sejarahnya manusia bisa belajar dari masa lalu,  sehingga ia mampu membuat pilihan hidup yang terbaik.  Ia tidak lagi melakukan kesalahan. Namun,  bila ia tidak mengalami amnesia sejarah.
Walaupun manusia mempunyai keunggulan, ia pun memiliki kelemahan. Sisi inilah yang sering kali tidak disadarinya, sehingga ia bersikap arogan dan kikir seperti Fira’un dan Qorun. Perbuatan itulah yang membuat nasib mereka terpuruk di kemudian hari.
Manusia Menurut Islam?
Menurut konsep Islam, yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits, manusia diciptakan dalam bentuk yang sempurna (QS At-Tin: 4) dan terlahir dalam keadaan suci (fitrah). Manusia berbeda dengan makhluk Allah lainnya. Manusia dilengkapi dengan akal untuk berpikir dan memahami ayat-ayat Tuhannya, baik yang tertulis maupun yang terbentang, sedangkan makhluk lainnya tidak.  Namun, ia pun akan diturunkan derajatnya oleh Allah, kecuali orang-orang beriman dan beramal shaleh.(QS At-Tin: 5) Dan tujuan manusia diciptakan hanyalah untuk mengabdi kepada Allah SWT. (QS 51: 56)
Dalam Al-Qur’an manusia disebut dengan berbagai istilah, seperti insan, ins, nas, atau unas dan basyar  serta bani Adam atau zuriat Adam. Istilah insan menunjuk kepada totalitas manusia, jiwa dan raga, sedangkan basyar lebih kepada bentuk fisik manusia. Al-Quran memuji dan memuliakan manusia , seperti ayat di atas, namun di sisi lain, ia sering dicela Allah karena sangat aniaya dan tak mau bersyukur atau mengingkari nikmat (QS 14: 34), sangat banyak membantah (QS 18: 54), dan sering berkeluh kesah serta kikir (QS 70: 19). (Lihat Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, h. 278 -282)
Karena potensinya, malaikat dan Iblis disuruh oleh Allah bersujud kepada manusia (Adam). Namun Iblis menolak, dengan alasan bahwa asalusulnya lebih baik daripada Adam.
Konsep Islam tentang manusia sebagai totalitas, tentu pada setiap pemikir Muslim berbeda sesuai dengan pencerapannya.
Banyak pula intelektual Muslim yang menulis tetang manusia mulai di zaman klasik hingga di abad 20-an, seperti Al-Ghazali, Iqbal,  Ali Syari’ati, Abbas Al-Aqqad, Bintu Syati, Harun Yahya dan lain sebagainya. Mereka sepakat bahwa manusia diciptakan secara fitrah dan dalam keadaan sempurna.  Karena itu mustahil manusia tercipta dengan sendirinya. Dan memang Al-Qur’an tidak membicarakan tentang proses penciptaan manusia secara detail.
Manusia hingga abad modern ini masih merupakan misteri. Kita mungkin masih bertanya, “siapakah manusia itu?”. Itu artinya bahwa pengetahuan manusia sangat terbatas, tentang dirinya sendiri. Maka kita harus menyadari bahwa hanya Allah-lah Yang Maha Tahu. Tuhan pencipta alam semesta dan segala isinya.
“Dan dalam dirimu, tidakkah kamu perhatikan? ” (QS 51: 21)
Wallahu a’lam bishawwab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar