Rabu, 28 Desember 2016

RUANG LINGKUP FILSAFAT BAHASA


A.   Sejarah Munculnya Filsafat Bahasa
Filsafat berasal dari bahasa Yunani philein “mencintai” dan Sophia “kebijaksanaan’ pengetahuan”. Dalam pengertiannya yang penuh kata tersebut hanyalah pikiran manusia (man thinking) – pikiran tentang penggeneralisasian ketimbang pengkhususan, mencoba melihat waktu dan keberadaan sesuatu sebagai suatu keseluruhan. Para filosof zaman dahulu memelajari kajian-kajian yang sekarang disebut astronomi (ilmu perbintangan), fisika, atau sejarah alami (natural history), juga kajian tentang logika, etika, dan metafisika, yang sekarang disebut filsafat.Metafisika adalah pembahasa tentang berbagai persoalan abstrak seperti hakikat manusia dan sebab musabab adanya benda. Etika membicarakan tentang benar dan salah.
Terdapat dua metode berpikir berdasarkan pendapat para filosof, yaitu metode induksi dan deduksi. Metode induksi berpangkal pada pendapat para filosoh yang menyatakan bahwa pikiran manusia berpangkal pada benda-benda yang kita lihat, dengar, rasakan, sesuai dengan pengalaman (empiri). Sedangkan metode deduksi menekankan pada hukum umum (general law) yang menaungi kenyataan-kenyataan dunia.
Sejumlah filosof berpendapat bahwa dunia ini seluruhnya terbuat dari sesuatu (barang atau benda, dari materi (matter)). Mereka disebut sebagai kaum materialis. Sedangkan golongan filosof lainnya percaya bahwa dunia ini harus dipandang tidak sebagaimana adanya melainkan kita pahami layaknya pikiran: dunia yang ada dalam pikiran. Mereka ini disebut kaum idealis.
Studi tentang berbagai langkah dan berbagai proses yang terlihat dalam penalaran (reasoning) disebut logika. Penalaran itu ada dua macam, yakni deduktif dan induktif. Jika kita memulai dengan prinsip umum lalu menarik simpulan khusus (spesifik) dari prinsip umum itu, kita menggunakan penalaran deduktif. Sebaliknya jika kita memulai dengan sejumlah fakta lalu menarik simpulan dari fakta-fakta tersebut, maka kita melakukan penalaran induktif.
Etika merupakan cabang filsafat yang berhubungan dengan perilaku manusia dari sudut pandang moral- seperti benar atau salah, bauk atau buruk.Istilah etika berasal dari kata Yunani yang berarti ‘cara’, ’adat’, atau ‘kebiasaan’; sedangkan moral berasal dari kata latin (mos/mores) yang maknanya sama dengan etika.
B.   Pengertian filsafat berdasarkan bahasa
Bahasa adalah alat yang paling utama bagi seorang filsuf serta merupakan media untuk analisis dan refleksi. Oleh karena itu bahasa sanga sensitif terhadap kekaburan serta kelemahan-kelemahan lainnya, sehingga banyak filsuf menaruh perhatian untuk menyempurnakannya. Hal ini terutama dengna timbulnya aliran filsafat analitika bahasa yang memandang bahwa problema-problema filosofis akan menjadi terjelaskan menekala menggunakan analisis terminologi gramatika, bahkan kalangan filsuf analitika bahasa menyadari banyak ungkapan-ungkapan filsafat yang sama sekali tidak menjelaskan apa-apa. Berdasarkan hal tersebut maka banyak kalangan filsuf terutama para tokoh filsafat analitika bahasa menyatakan bahwa tugas utama filsafat adalah analisis konsep-konsep. Sebagaimana kita ketahui misalnya banyak filsuf yang mengetengahkan konsepnya melalui analitika bahasa, misalnya ‘apakah keadilan itu’, ‘apakah yang dimaksud dengan kebenaran’, ‘apakah yang dimaksud dengan kebaikan’ dan lain sebagainya. Kegiatan yang semacam itu merupakan suatu permulaan dari suatu usaha pokok filsafat untuk mendapatkan kebenaran hakiki tentang segala sesuatu termasuk manusia sendiri.
Namun demikian kegiatan para filsuf semacam itu dewasa ini dianggap tidak mencukupi karena tidak didukung dengan pengamatan dan pembuktian yang memadai untuk mendapatkan kesimpulan yang adekuat. Oleh karena itu untuk menjawab pertanyaan yang fundamental tentang hakikat segala sesuatu para filsuf berupaya untuk memberikan suatu argumentasi yang didukung dengan analisis bahasa yang memenuhi syarat-syarat logis. Untuk itu terdapat tiga cara untuk memformulasikan problema filsafat secara analitis misalnya masalah sebab-akibat, kebenaran, pengetahuan ataupun kewajiban moral, misalnya tentang hakikat pengetahuan sebagai berikut:
(1)   Kita menyelidiki pengetahuan itu.
(2)   Kita menganalisis konsep pengetahuan itu.
(3)   Kita ingin membuat eksplisit kebenaran pengetahuan itu.
Untuk pemecahan yang pertama mustahil dapat dilaksanakan karena seakan-akan filsafat itu mencari dan meneliti suatu entitas (keberadaan) sesuatu yang disebut pengetahuan berada bebas dari pikiran manusia. Untuk yang kedua itu juga menyesatkan karena seakan-akan tugas filsafat untuk memeriksa, meneliti dan mengamati sesuatu yang disebut pengetahuan. Kemudian menentukan bagian-bagiannya, menentukan hubungan-hubungannya hingga menjadi suatu konsep yang disebut pengetahuan.
Kiranya hanya kemungkinan alternatif yang ketiga saja yang layak dilakukan oleh filsafat, yaitu bahwa tugas utama filsafat adalah analisis konsep-konsep tersebut senantiasa melalui bahasa (Poerwowidagdo, tanpa tahun: 14). Memang filsafat sebagai analisis konsep-konsep tersebut senantiasa berkaitan dengan bahasa yang berkaitan dengan makna (semantik) dan tidak turut campur dalam bahasa itu sendiri sebagai suatu realitas.
Problem yang muncul berkaitan dengan filsafat sebagai analisis konsep-konsep yaitu kekurangan dan keterbatasan bahasa sebagaimana dihadapi oleh disiplin ilmu-ilmu lainnya. Konsep-konsep filsafat senantiasa diartikulasikan secara verbal sehingga dengan demikian maka bahasa memiliki peranan yang netral. Dalam pengertian inilah menurut Alston bahwa bahasa merupakan laboraturium filsafat untuk menguji dan menjelaskan konsep-konsep dan problema-problema filosofis bahkan untuk menentukan kebenaran pikirannya (Alston, 1964: 5).
C.   Pengertian filsafat bahasa
Filsafat kebahasaan mengadung upaya untuk memecahkan masalah-masalah filosofis dengan cara menganalisis makna kata dan hubungan logis antarkata di dalam bahasa. Filsafat bahasa mengandung upaya untuk unsur-unsur umum dalam bahasa seperti makna, acuan, tindak tutur dan ketidaknalaran. Filsafat bahasa itu merupakan suatu pokok persoalan dalam filsafat; sedangkan filsafat kebahasaan terutama merupakan nama metode filosofis. Bahasan mengenai filsafat bahasa modern dapat kita lihat pada karya pakar filsafat dan matematika terkenal dari Jerman bernama Gottlob Frege. Frege ingin menunjukkan bahwa matematika diturunkan dan ditemukan pada logika. Untuk melihat perkembangan latar belakang dalam perkembangan filsafat bahasa dapat kita lihat dari pandangan Frege.
Temuan tunggal Frege yang paling penting dalam filsafat bahasa adalah pembedaan tentang arti (sense) dan acuan (reference). Dia menjelaskan pembedaan ini berdasarkan persoalan tentang pernyataan keidentikan (identitas). Frege kemudian mengembangkan pembedaan ini ke arah ungkapan predikat dan ke seluruh kalimat. Dia mengatakan di samping mengungkapkan maknanya, ungkapan predikat juga mengacu kepada konsep kalimat (setidaknya kalimat yang memunculkan persoalan kebenaran dan kekeliruan) mengungkapkan pikkran sebagai maknanya dan mempunyai referensi berupa nilai kebenaran (yaitu keadaan bahwa kalimat itu benar atau keadaan kalimat itu salah).
Asep Ahmat Hidayat berpendapat bahwa pengertan filsafat perlu didekati dari dua pandangan, yaitu filsafat sebagai sebuah ilmu dan filsafat sebagai sebuah metode.  Oleh karena itu, pengertian filsafat bahasa pun bisa didekati dari dari dua pandangan tersebut.  Jika pengertian filsafat bahasa dilihat dari sebuah ilmu, maka filsafat bahasa adalah kumpulan hasil pekiran para filosof mengenai hakikat bahasa yang disusun secara sistematis untuk dipelajari dengan menggunakan metode tertentu.  Sedangkan, jika diartikan sebagai sebuah metode berpikir, ia bisa diartikan sebagai metode berpikir secara mendalam , logis dan universal mengenai hakikat bahasa.
D.   Ruang lingkup Filsafat Bahasa
Filsafat bahasa merupakan cabang filsafat khsus yang memiliki objek material bahasa. Berbeda dengan cabang-cabang serta bidang-bidang filsafat lainnya, filsxafat bahasa dalam perrkembangannya tidak mempunyai prinsip-prinsip yang jelas dan terdifinisikan dengan baik (Alston, 1964 :1)
Berdasarkan absan tersebut di atas maka pembahasan filsafat bahasa meliputi masalah sebagai berikut :
a.       Salah satu tugas filsafat adalah analisis konsep-konsep (conceptual analysis), oleh karena itu salah satu bidang filsafat bahasa adalah untuk memberikan analisis yang adekuat tentang konsep-konsep dasar dan hal ini dilakukan melalui analisis bahasa. Dalam pengertian inilah pada abad XX filsafat bahasa memiliki aksentuasi pada filsafat analitik .
b.      Lingkup lain filsaxfat bahasa adalah berkenaan dengan penggunaan bagi tindakan manusia.
c.       Berkenaan dengan teori makna dan dimensi-dimensi makna. Pembahasab tentang lingkup inilah filsafat bahasa memiliki keterkaitan erat dengan linguistic yaitu bidang sistematik.
d.      Cabang-cabang filsafat lainnya membahas hakikat bahasa sebagai objek material filsafat, bahkan lingkup pembahasan ini telah lama di tekuni oleh para filsuf. Antara lain hakikat bahasa secara ontologism sebagai dualism bentuk dan makna, hakikat bahasa sebagai substansi dan bentuk dan lain sebagainya.
E.   Obyek Filsafat Bahasa
1.      Formal
a.       Ontologi (membahas tentang hakikat subtansi dan pola organiasi bahasa).
Ontologi membahas keberadaan sesuatu yang bersifat kongkrit secara kritis. Pemahaman ontologik meningkatkan pemahaman manusia tentang sifat dasar berbagai benda yang akhimya akan menentukan pendapat bahkan keyakinannya mengenai apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang dicarinya.
b.      Epistemologi (membahas tentang hakikat objek dan material bahasa)
Epistemologi adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Ia merupakan cabang filsafat yang membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, sarana, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas, dan kebenaran pengetahuan (ilmiah). Epistemologi juga membahas bagaimana menilai kelebihan dan kelemahan suatu model epistemologik beserta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah), seperti teori koherensi, korespondesi pragmatis, dan teori intersubjektif. Pengetahuan merupakan daerah persinggungan antara benar dan dipercaya.
Metode ilmiah menggabungkan cara berpikir deduktif dan induktif sehingga menjadi jembatan penghubung antara penjelasan teoritis dengan pembuktian yang dilakukan secara empiris. Secara rasional, ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan fakta dari yang tidak. Jika seseorang ingin membuktikan kebenaran suatu pengetahuan maka cara, sikap, dan sarana yang digunakan untuk membangun pengetahuan tersebut harus benar. Apa yang diyakini atas dasar pemikiran mungkin saja tidak benar karena ada sesuatu di dalam nalar kita yang salah. Demikian pula apa yang kita yakini karena kita amati belum tentu benar karena penglihatan kita mungkin saja mengalami penyimpangan. Itulah sebabnya ilmu pengetahan selalu berubah-ubah dan berkembang.
c.       Aksiologi (membahas tentang hakikat nilai kegunaan teoretis dan kegunaan praktis bahasa).
Aksiologi meliputi nilai nilai kegunaan yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan yang dijumpai dalam seluruh aspek kehidupan. Nilai-nilai kegunaan ilmu ini juga wajib dipatuhi seorang ilmuwan, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.
2.       Material
 Bahasa sebagai objek materia filsafat karena filsafat bahasa membahas hakikat bahasa itu sendiri.  Obyek material adalah benda, hal atau bahan yang menjadi obyek, bidang atau sasaran penelitian.  Misalnya manusia merupakan obyek material dan ilmu psikologi, biologi, sosiologi dan sejarah.   Sedangkan benda mati, merupakan obyek material dan ilmu pengetahuan alam (fisika, kimia dan astronomi).  Sedangkan obyek formal ialah aspek atau sudut pandang tertentu terhadap obyek materialnya.
F.      Metode Mempelajari Filsafat Bahasa
Metode merupakan kata dari bahasa Yunani, meta dan hodos.  Meta berarti menuju, melalui, sesudah, dan mengikuti.  Sedang hodos berarticara, jalan atau arah.  Dalam ilmu pengetahuan, metode sering diartikan dengan jalan berpikir dalam bidang penelitian untuk memperoleh pengetahuan, atau merupakan salah satu langkah dari seluruh prosedur (methodology) penelitian tentang pengetahuan.
Terdapat lima metode yang dapat digunakan untuk mempelajari filsafat bahasa.  Kelima metode itu adalah :
1.      Metode Historis
Metode historis atau metode sejarah adalah suatu metode pengkajian filsafat yang didasarkan pada prinsip-prinsip metode historigrafi yangf meliputi  empat tahapan: heuristic, kritik, intepretasi, dan historigrafi.  Heuristic artinya penentuan sumber kajian.  Intepretasi artinya melakukan intepretasi terhadap isi sebuah sumber kajian atau pemikiran seorang ahli filsafat mengenai pemikirannya disekitar bahasa.  Sedangkan historigrafi adalah tahapan penulisan dalam bentuk rangkaian cerita sejarah.  Dalam konteks ini adalah cerita sejarah filsafat bahasa
2.      Metode Sistematis
Metode sistematis adalah metode pembahasan filsafat bahasa yang didasarkan pada pendekatan material (isi pemikiran).  Melalui metode ini, seseorang bisa mempelajari filsafat bahasa mulai dari aspek ontology filsafat bahasa, kemudian dilanjutkan pada aspek epistemology, dan akhirnya sampai pada pembahasan mengenai aspek aksiologi filsafat bahasa.  Selain itu melalui metode sistematis ini,seseorang bisa juga mempelajari filsafat bahasa mulai dari salah satu aliran tertentu dan selanjutnya mempelajari aliran lainnya.  Misalnya, mempelajari aliran bahasa (analitik), kemudian mempelajari aliran lainnya, seperti positifisme logis, strukturalisme, post strukturalisme dan postmodernisme.
3.      Metode Kritis
Metode  kritis digunakan oleh mereka yang mempelajari filsafat tingkat intensif.  Biasanya digunakan oleh mahasiswa tingkat pasca sarjana.  Bagi yang menggunakan metode ini haruslah sudah memiliki pengetahuan filsafat.  Mengkritik boleh jadi dengan menentang suatu pemikiran atau bisa juga mendukung suatu pemikiran.  Metode semacam ini telah dilakukan  oleh George Moore ketika mengkritisi filsafat hegalianisme (neo idealisme) di Inggris dengan cara mengkritisi pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para filsuf hegalianisme.  Selanjutnya diteruskan oleh para peletak dasar aliran analisa bahasa, seperti B. Russel dan Wittgestein.
4.      Metode Analisa Abstrak
Metode analisis abstrak yaitu dengan cara melakukan kegiatan urai setiap fenomena kebahasaan dengan cara memilah-milah.  Selanjutnya dilakukan generalisir secara abstrak sesuai dengan kaidah berfikir logis.  Analisis dilakukan dengan cara memadukan analisis logis deduksi dengan analisis induksi sebagaimana yang telah dilakukan B. Russel.
5.      Metode Intuitif
Metode intuitif, yaitu dengan melakukan introspeksi intuitif dan dengan memakai symbol-simbol.  Metode ini telah lama dipraktekkan oleh para ahli tasawuf (Islam) dan mengungkap hakikat kebahasaan secara kasyaf.  Di dunia barat, tokoh yang telah mempraktekkan metode ini adalah Henry Bergson.
G.  Latar Belakang Munculnya filsafat bahasa
Munculnya filsafat menurut B. Russel berawal dari konsep tentang hidup dan dunia. Para filosof dunia kebanyakan beranggapan bahwa yang satu haruslah sebagai substansi material. Bermula dari anggapan tentang asal segala sesuatu, Thales (585 SM) yang diberi julukan sebagai “Bapak Filsafat” beranggapan bahwa segala sesuatu berasal dari air. Anaximinisme beranggapan bahwa substansi itu adalah udara, sedang heraklitos menganggapnya api, yang akan melahirkan intelegensia, dan jika ditinjau dari segi spritualnya api tidak lain adalah logos. Pytagoras (535-515 SM) dengan argumentasi deduktif matematikanya yang bercorak mistis percaya bahwa bilanganlah yang berperan sebagai pemersatu aneka ragam dalam suasana kosmos. Parmedines (450 SM), doktrinnya telah berpengaruh terhadap plato. Sampai pada lahirnya teori atomis oleh Leucippus dan Demokraritus. sampai pada Socrates, plato, dan Aristoteles. Pada abad ke XVIII dan awal abad ke XX terdapat dua aliran besar yang mendominasi pemikiran filsafat yaitu filsafat idealisme dan filsafat empirisme. Idealisme berkembang pesat dalam tradisi filsafat jerman sedangkan empirisme berkembang di inggris. Aliran filsafat tersebut berkembang terus menerus sampai pada abad ke XX ditandai dengan kemunculan filsafat bahasa yang dipelopori oleh filosof-filosof kontemporer yang menggunakan analisis bahasa melalui gejala-gejala yang nampak.
Untuk itu bahasa adalah alat yang paling penting dari seorang filosof serta perantara untuk menemukan ekspresi. oleh karena itu ia sensitif terhadap kekaburan serta cacat-cacatnya dan merasa simpati untuk menjelaskan dan memperbaikinya. Kebanyakan orang menganggap bahasa itu satu hal yang wajar, seperti udara yang kita isap, tetapi pada waktu sekarang, banyak ahli termasuk didalamnya filosof-filosof yang memakai “metode logical analitik” melihat bahwa penyelidikan tentang arti serta prinsip-prinsip dan aturan-aturan bahasa merupakan problema yang pokok dalam filsafat.
Hubungan bahasa dengan masalah filsafat telah lama menjadi perhatian para filosof bahkan sejak zaman yunani. Para filosof mengetahui bahwa berbagai macam problema filsafat dapat dijelaskan melalui suatu analisis bahasa. Sebagai contoh: problema filsafat yang menyangkut pertanyaan, keadilan, kebaikan, kebenaran, kewajiban, hakekat ada (Metafisika) dan pertanyaan-pertanyaan fundamental lainnya dapat dijelaskan dengan menggunakan metode analisis bahasa. Tradisi inilah oleh para ahli sejarah filsafat disebut sebagai “Filsafat Analitik” yang berkembang di eropa terutama di Inggris abad XX.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar