A. Sejarah Munculnya Filsafat Bahasa
Filsafat
berasal dari bahasa Yunani philein “mencintai” dan Sophia
“kebijaksanaan’ pengetahuan”. Dalam pengertiannya yang penuh kata
tersebut hanyalah pikiran manusia (man thinking) – pikiran tentang
penggeneralisasian ketimbang pengkhususan, mencoba melihat waktu dan
keberadaan sesuatu sebagai suatu keseluruhan. Para filosof zaman dahulu
memelajari kajian-kajian yang sekarang disebut astronomi (ilmu
perbintangan), fisika, atau sejarah alami (natural history), juga kajian
tentang logika, etika, dan metafisika, yang sekarang disebut
filsafat.Metafisika adalah pembahasa tentang berbagai persoalan abstrak
seperti hakikat manusia dan sebab musabab adanya benda. Etika
membicarakan tentang benar dan salah.
Terdapat
dua metode berpikir berdasarkan pendapat para filosof, yaitu metode
induksi dan deduksi. Metode induksi berpangkal pada pendapat para
filosoh yang menyatakan bahwa pikiran manusia berpangkal pada
benda-benda yang kita lihat, dengar, rasakan, sesuai dengan pengalaman
(empiri). Sedangkan metode deduksi menekankan pada hukum umum (general
law) yang menaungi kenyataan-kenyataan dunia.
Sejumlah
filosof berpendapat bahwa dunia ini seluruhnya terbuat dari sesuatu
(barang atau benda, dari materi (matter)). Mereka disebut sebagai kaum
materialis. Sedangkan golongan filosof lainnya percaya bahwa dunia ini
harus dipandang tidak sebagaimana adanya melainkan kita pahami layaknya
pikiran: dunia yang ada dalam pikiran. Mereka ini disebut kaum idealis.
Studi
tentang berbagai langkah dan berbagai proses yang terlihat dalam
penalaran (reasoning) disebut logika. Penalaran itu ada dua macam, yakni
deduktif dan induktif. Jika kita memulai dengan prinsip umum lalu
menarik simpulan khusus (spesifik) dari prinsip umum itu, kita
menggunakan penalaran deduktif. Sebaliknya jika kita memulai dengan
sejumlah fakta lalu menarik simpulan dari fakta-fakta tersebut, maka
kita melakukan penalaran induktif.
Etika
merupakan cabang filsafat yang berhubungan dengan perilaku manusia dari
sudut pandang moral- seperti benar atau salah, bauk atau buruk.Istilah
etika berasal dari kata Yunani yang berarti ‘cara’, ’adat’, atau
‘kebiasaan’; sedangkan moral berasal dari kata latin (mos/mores) yang
maknanya sama dengan etika.
B. Pengertian filsafat berdasarkan bahasa
Bahasa
adalah alat yang paling utama bagi seorang filsuf serta merupakan media
untuk analisis dan refleksi. Oleh karena itu bahasa sanga sensitif
terhadap kekaburan serta kelemahan-kelemahan lainnya, sehingga banyak
filsuf menaruh perhatian untuk menyempurnakannya. Hal ini terutama
dengna timbulnya aliran filsafat analitika bahasa yang memandang bahwa
problema-problema filosofis akan menjadi terjelaskan menekala
menggunakan analisis terminologi gramatika, bahkan kalangan filsuf
analitika bahasa menyadari banyak ungkapan-ungkapan filsafat yang sama
sekali tidak menjelaskan apa-apa. Berdasarkan hal tersebut maka banyak
kalangan filsuf terutama para tokoh filsafat analitika bahasa menyatakan
bahwa tugas utama filsafat adalah analisis konsep-konsep. Sebagaimana
kita ketahui misalnya banyak filsuf yang mengetengahkan konsepnya
melalui analitika bahasa, misalnya ‘apakah keadilan itu’, ‘apakah yang
dimaksud dengan kebenaran’, ‘apakah yang dimaksud dengan kebaikan’ dan
lain sebagainya. Kegiatan yang semacam itu merupakan suatu permulaan
dari suatu usaha pokok filsafat untuk mendapatkan kebenaran hakiki
tentang segala sesuatu termasuk manusia sendiri.
Namun
demikian kegiatan para filsuf semacam itu dewasa ini dianggap tidak
mencukupi karena tidak didukung dengan pengamatan dan pembuktian yang
memadai untuk mendapatkan kesimpulan yang adekuat. Oleh karena itu untuk
menjawab pertanyaan yang fundamental tentang hakikat segala sesuatu
para filsuf berupaya untuk memberikan suatu argumentasi yang didukung
dengan analisis bahasa yang memenuhi syarat-syarat logis. Untuk itu
terdapat tiga cara untuk memformulasikan problema filsafat secara
analitis misalnya masalah sebab-akibat, kebenaran, pengetahuan ataupun
kewajiban moral, misalnya tentang hakikat pengetahuan sebagai berikut:
(1) Kita menyelidiki pengetahuan itu.
(2) Kita menganalisis konsep pengetahuan itu.
(3) Kita ingin membuat eksplisit kebenaran pengetahuan itu.
Untuk
pemecahan yang pertama mustahil dapat dilaksanakan karena seakan-akan
filsafat itu mencari dan meneliti suatu entitas (keberadaan) sesuatu
yang disebut pengetahuan berada bebas dari pikiran manusia. Untuk yang
kedua itu juga menyesatkan karena seakan-akan tugas filsafat untuk
memeriksa, meneliti dan mengamati sesuatu yang disebut pengetahuan.
Kemudian menentukan bagian-bagiannya, menentukan hubungan-hubungannya
hingga menjadi suatu konsep yang disebut pengetahuan.
Kiranya
hanya kemungkinan alternatif yang ketiga saja yang layak dilakukan oleh
filsafat, yaitu bahwa tugas utama filsafat adalah analisis
konsep-konsep tersebut senantiasa melalui bahasa (Poerwowidagdo, tanpa
tahun: 14). Memang filsafat sebagai analisis konsep-konsep tersebut
senantiasa berkaitan dengan bahasa yang berkaitan dengan makna
(semantik) dan tidak turut campur dalam bahasa itu sendiri sebagai suatu
realitas.
Problem
yang muncul berkaitan dengan filsafat sebagai analisis konsep-konsep
yaitu kekurangan dan keterbatasan bahasa sebagaimana dihadapi oleh
disiplin ilmu-ilmu lainnya. Konsep-konsep filsafat senantiasa
diartikulasikan secara verbal sehingga dengan demikian maka bahasa
memiliki peranan yang netral. Dalam pengertian inilah menurut Alston
bahwa bahasa merupakan laboraturium filsafat untuk menguji dan
menjelaskan konsep-konsep dan problema-problema filosofis bahkan untuk
menentukan kebenaran pikirannya (Alston, 1964: 5).
C. Pengertian filsafat bahasa
Filsafat
kebahasaan mengadung upaya untuk memecahkan masalah-masalah filosofis
dengan cara menganalisis makna kata dan hubungan logis antarkata di
dalam bahasa. Filsafat bahasa mengandung upaya untuk unsur-unsur umum
dalam bahasa seperti makna, acuan, tindak tutur dan ketidaknalaran.
Filsafat bahasa itu merupakan suatu pokok persoalan dalam filsafat;
sedangkan filsafat kebahasaan terutama merupakan nama metode filosofis.
Bahasan mengenai filsafat bahasa modern dapat kita lihat pada karya
pakar filsafat dan matematika terkenal dari Jerman bernama Gottlob
Frege. Frege ingin menunjukkan bahwa matematika diturunkan dan ditemukan
pada logika. Untuk melihat perkembangan latar belakang dalam
perkembangan filsafat bahasa dapat kita lihat dari pandangan Frege.
Temuan
tunggal Frege yang paling penting dalam filsafat bahasa adalah
pembedaan tentang arti (sense) dan acuan (reference). Dia menjelaskan
pembedaan ini berdasarkan persoalan tentang pernyataan keidentikan
(identitas). Frege kemudian mengembangkan pembedaan ini ke arah ungkapan
predikat dan ke seluruh kalimat. Dia mengatakan di samping
mengungkapkan maknanya, ungkapan predikat juga mengacu kepada konsep
kalimat (setidaknya kalimat yang memunculkan persoalan kebenaran dan
kekeliruan) mengungkapkan pikkran sebagai maknanya dan mempunyai
referensi berupa nilai kebenaran (yaitu keadaan bahwa kalimat itu benar
atau keadaan kalimat itu salah).
Asep
Ahmat Hidayat berpendapat bahwa pengertan filsafat perlu didekati dari
dua pandangan, yaitu filsafat sebagai sebuah ilmu dan filsafat sebagai
sebuah metode. Oleh karena itu, pengertian filsafat bahasa pun bisa
didekati dari dari dua pandangan tersebut. Jika pengertian filsafat
bahasa dilihat dari sebuah ilmu, maka filsafat bahasa adalah kumpulan
hasil pekiran para filosof mengenai hakikat bahasa yang disusun secara
sistematis untuk dipelajari dengan menggunakan metode tertentu.
Sedangkan, jika diartikan sebagai sebuah metode berpikir, ia bisa
diartikan sebagai metode berpikir secara mendalam , logis dan universal
mengenai hakikat bahasa.
D. Ruang lingkup Filsafat Bahasa
Filsafat
bahasa merupakan cabang filsafat khsus yang memiliki objek material
bahasa. Berbeda dengan cabang-cabang serta bidang-bidang filsafat
lainnya, filsxafat bahasa dalam perrkembangannya tidak mempunyai
prinsip-prinsip yang jelas dan terdifinisikan dengan baik (Alston, 1964
:1)
Berdasarkan absan tersebut di atas maka pembahasan filsafat bahasa meliputi masalah sebagai berikut :
a. Salah
satu tugas filsafat adalah analisis konsep-konsep (conceptual
analysis), oleh karena itu salah satu bidang filsafat bahasa adalah
untuk memberikan analisis yang adekuat tentang konsep-konsep dasar dan
hal ini dilakukan melalui analisis bahasa. Dalam pengertian inilah pada
abad XX filsafat bahasa memiliki aksentuasi pada filsafat analitik .
b. Lingkup lain filsaxfat bahasa adalah berkenaan dengan penggunaan bagi tindakan manusia.
c. Berkenaan
dengan teori makna dan dimensi-dimensi makna. Pembahasab tentang
lingkup inilah filsafat bahasa memiliki keterkaitan erat dengan
linguistic yaitu bidang sistematik.
d. Cabang-cabang
filsafat lainnya membahas hakikat bahasa sebagai objek material
filsafat, bahkan lingkup pembahasan ini telah lama di tekuni oleh para
filsuf. Antara lain hakikat bahasa secara ontologism sebagai dualism
bentuk dan makna, hakikat bahasa sebagai substansi dan bentuk dan lain
sebagainya.
E. Obyek Filsafat Bahasa
1. Formal
a. Ontologi (membahas tentang hakikat subtansi dan pola organiasi bahasa).
Ontologi
membahas keberadaan sesuatu yang bersifat kongkrit secara kritis.
Pemahaman ontologik meningkatkan pemahaman manusia tentang sifat dasar
berbagai benda yang akhimya akan menentukan pendapat bahkan keyakinannya
mengenai apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran
yang dicarinya.
b. Epistemologi (membahas tentang hakikat objek dan material bahasa)
Epistemologi
adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Ia merupakan cabang
filsafat yang membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber
pengetahuan, asal mula pengetahuan, sarana, metode atau cara memperoleh
pengetahuan, validitas, dan kebenaran pengetahuan (ilmiah). Epistemologi
juga membahas bagaimana menilai kelebihan dan kelemahan suatu model
epistemologik beserta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah), seperti
teori koherensi, korespondesi pragmatis, dan teori intersubjektif.
Pengetahuan merupakan daerah persinggungan antara benar dan dipercaya.
Metode
ilmiah menggabungkan cara berpikir deduktif dan induktif sehingga
menjadi jembatan penghubung antara penjelasan teoritis dengan pembuktian
yang dilakukan secara empiris. Secara rasional, ilmu menyusun
pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris
ilmu memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan fakta dari yang tidak.
Jika seseorang ingin membuktikan kebenaran suatu pengetahuan maka cara,
sikap, dan sarana yang digunakan untuk membangun pengetahuan tersebut
harus benar. Apa yang diyakini atas dasar pemikiran mungkin saja tidak
benar karena ada sesuatu di dalam nalar kita yang salah. Demikian pula
apa yang kita yakini karena kita amati belum tentu benar karena
penglihatan kita mungkin saja mengalami penyimpangan. Itulah sebabnya
ilmu pengetahan selalu berubah-ubah dan berkembang.
c. Aksiologi (membahas tentang hakikat nilai kegunaan teoretis dan kegunaan praktis bahasa).
Aksiologi
meliputi nilai nilai kegunaan yang bersifat normatif dalam pemberian
makna terhadap kebenaran atau kenyataan yang dijumpai dalam seluruh
aspek kehidupan. Nilai-nilai kegunaan ilmu ini juga wajib dipatuhi
seorang ilmuwan, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam
menerapkan ilmu.
2. Material
Bahasa
sebagai objek materia filsafat karena filsafat bahasa membahas hakikat
bahasa itu sendiri. Obyek material adalah benda, hal atau bahan yang
menjadi obyek, bidang atau sasaran penelitian. Misalnya manusia
merupakan obyek material dan ilmu psikologi, biologi, sosiologi dan
sejarah. Sedangkan benda mati, merupakan obyek material dan ilmu
pengetahuan alam (fisika, kimia dan astronomi). Sedangkan obyek formal
ialah aspek atau sudut pandang tertentu terhadap obyek materialnya.
F. Metode Mempelajari Filsafat Bahasa
Metode
merupakan kata dari bahasa Yunani, meta dan hodos. Meta berarti
menuju, melalui, sesudah, dan mengikuti. Sedang hodos berarticara,
jalan atau arah. Dalam ilmu pengetahuan, metode sering diartikan dengan
jalan berpikir dalam bidang penelitian untuk memperoleh pengetahuan,
atau merupakan salah satu langkah dari seluruh prosedur (methodology)
penelitian tentang pengetahuan.
Terdapat lima metode yang dapat digunakan untuk mempelajari filsafat bahasa. Kelima metode itu adalah :
1. Metode Historis
Metode
historis atau metode sejarah adalah suatu metode pengkajian filsafat
yang didasarkan pada prinsip-prinsip metode historigrafi yangf meliputi
empat tahapan: heuristic, kritik, intepretasi, dan historigrafi.
Heuristic artinya penentuan sumber kajian. Intepretasi artinya
melakukan intepretasi terhadap isi sebuah sumber kajian atau pemikiran
seorang ahli filsafat mengenai pemikirannya disekitar bahasa. Sedangkan
historigrafi adalah tahapan penulisan dalam bentuk rangkaian cerita
sejarah. Dalam konteks ini adalah cerita sejarah filsafat bahasa
2. Metode Sistematis
Metode
sistematis adalah metode pembahasan filsafat bahasa yang didasarkan
pada pendekatan material (isi pemikiran). Melalui metode ini, seseorang
bisa mempelajari filsafat bahasa mulai dari aspek ontology filsafat
bahasa, kemudian dilanjutkan pada aspek epistemology, dan akhirnya
sampai pada pembahasan mengenai aspek aksiologi filsafat bahasa. Selain
itu melalui metode sistematis ini,seseorang bisa juga mempelajari
filsafat bahasa mulai dari salah satu aliran tertentu dan selanjutnya
mempelajari aliran lainnya. Misalnya, mempelajari aliran bahasa
(analitik), kemudian mempelajari aliran lainnya, seperti positifisme
logis, strukturalisme, post strukturalisme dan postmodernisme.
3. Metode Kritis
Metode
kritis digunakan oleh mereka yang mempelajari filsafat tingkat
intensif. Biasanya digunakan oleh mahasiswa tingkat pasca sarjana.
Bagi yang menggunakan metode ini haruslah sudah memiliki pengetahuan
filsafat. Mengkritik boleh jadi dengan menentang suatu pemikiran atau
bisa juga mendukung suatu pemikiran. Metode semacam ini telah
dilakukan oleh George Moore ketika mengkritisi filsafat hegalianisme
(neo idealisme) di Inggris dengan cara mengkritisi pendapat-pendapat
yang dikemukakan oleh para filsuf hegalianisme. Selanjutnya diteruskan
oleh para peletak dasar aliran analisa bahasa, seperti B. Russel dan
Wittgestein.
4. Metode Analisa Abstrak
Metode
analisis abstrak yaitu dengan cara melakukan kegiatan urai setiap
fenomena kebahasaan dengan cara memilah-milah. Selanjutnya dilakukan
generalisir secara abstrak sesuai dengan kaidah berfikir logis.
Analisis dilakukan dengan cara memadukan analisis logis deduksi dengan
analisis induksi sebagaimana yang telah dilakukan B. Russel.
5. Metode Intuitif
Metode
intuitif, yaitu dengan melakukan introspeksi intuitif dan dengan
memakai symbol-simbol. Metode ini telah lama dipraktekkan oleh para
ahli tasawuf (Islam) dan mengungkap hakikat kebahasaan secara kasyaf.
Di dunia barat, tokoh yang telah mempraktekkan metode ini adalah Henry
Bergson.
G. Latar Belakang Munculnya filsafat bahasa
Munculnya
filsafat menurut B. Russel berawal dari konsep tentang hidup dan dunia.
Para filosof dunia kebanyakan beranggapan bahwa yang satu haruslah
sebagai substansi material. Bermula dari anggapan tentang asal segala
sesuatu, Thales (585 SM) yang diberi julukan sebagai “Bapak Filsafat”
beranggapan bahwa segala sesuatu berasal dari air. Anaximinisme
beranggapan bahwa substansi itu adalah udara, sedang heraklitos
menganggapnya api, yang akan melahirkan intelegensia, dan jika ditinjau
dari segi spritualnya api tidak lain adalah logos. Pytagoras (535-515
SM) dengan argumentasi deduktif matematikanya yang bercorak mistis
percaya bahwa bilanganlah yang berperan sebagai pemersatu aneka ragam
dalam suasana kosmos. Parmedines (450 SM), doktrinnya telah berpengaruh
terhadap plato. Sampai pada lahirnya teori atomis oleh Leucippus dan
Demokraritus. sampai pada Socrates, plato, dan Aristoteles. Pada abad ke
XVIII dan awal abad ke XX terdapat dua aliran besar yang mendominasi
pemikiran filsafat yaitu filsafat idealisme dan filsafat empirisme.
Idealisme berkembang pesat dalam tradisi filsafat jerman sedangkan
empirisme berkembang di inggris. Aliran filsafat tersebut berkembang
terus menerus sampai pada abad ke XX ditandai dengan kemunculan filsafat
bahasa yang dipelopori oleh filosof-filosof kontemporer yang
menggunakan analisis bahasa melalui gejala-gejala yang nampak.
Untuk
itu bahasa adalah alat yang paling penting dari seorang filosof serta
perantara untuk menemukan ekspresi. oleh karena itu ia sensitif terhadap
kekaburan serta cacat-cacatnya dan merasa simpati untuk menjelaskan dan
memperbaikinya. Kebanyakan orang menganggap bahasa itu satu hal yang
wajar, seperti udara yang kita isap, tetapi pada waktu sekarang, banyak
ahli termasuk didalamnya filosof-filosof yang memakai “metode logical
analitik” melihat bahwa penyelidikan tentang arti serta prinsip-prinsip
dan aturan-aturan bahasa merupakan problema yang pokok dalam filsafat.