Rabu, 28 Desember 2016

RUANG LINGKUP FILSAFAT BAHASA


A.   Sejarah Munculnya Filsafat Bahasa
Filsafat berasal dari bahasa Yunani philein “mencintai” dan Sophia “kebijaksanaan’ pengetahuan”. Dalam pengertiannya yang penuh kata tersebut hanyalah pikiran manusia (man thinking) – pikiran tentang penggeneralisasian ketimbang pengkhususan, mencoba melihat waktu dan keberadaan sesuatu sebagai suatu keseluruhan. Para filosof zaman dahulu memelajari kajian-kajian yang sekarang disebut astronomi (ilmu perbintangan), fisika, atau sejarah alami (natural history), juga kajian tentang logika, etika, dan metafisika, yang sekarang disebut filsafat.Metafisika adalah pembahasa tentang berbagai persoalan abstrak seperti hakikat manusia dan sebab musabab adanya benda. Etika membicarakan tentang benar dan salah.
Terdapat dua metode berpikir berdasarkan pendapat para filosof, yaitu metode induksi dan deduksi. Metode induksi berpangkal pada pendapat para filosoh yang menyatakan bahwa pikiran manusia berpangkal pada benda-benda yang kita lihat, dengar, rasakan, sesuai dengan pengalaman (empiri). Sedangkan metode deduksi menekankan pada hukum umum (general law) yang menaungi kenyataan-kenyataan dunia.
Sejumlah filosof berpendapat bahwa dunia ini seluruhnya terbuat dari sesuatu (barang atau benda, dari materi (matter)). Mereka disebut sebagai kaum materialis. Sedangkan golongan filosof lainnya percaya bahwa dunia ini harus dipandang tidak sebagaimana adanya melainkan kita pahami layaknya pikiran: dunia yang ada dalam pikiran. Mereka ini disebut kaum idealis.
Studi tentang berbagai langkah dan berbagai proses yang terlihat dalam penalaran (reasoning) disebut logika. Penalaran itu ada dua macam, yakni deduktif dan induktif. Jika kita memulai dengan prinsip umum lalu menarik simpulan khusus (spesifik) dari prinsip umum itu, kita menggunakan penalaran deduktif. Sebaliknya jika kita memulai dengan sejumlah fakta lalu menarik simpulan dari fakta-fakta tersebut, maka kita melakukan penalaran induktif.
Etika merupakan cabang filsafat yang berhubungan dengan perilaku manusia dari sudut pandang moral- seperti benar atau salah, bauk atau buruk.Istilah etika berasal dari kata Yunani yang berarti ‘cara’, ’adat’, atau ‘kebiasaan’; sedangkan moral berasal dari kata latin (mos/mores) yang maknanya sama dengan etika.
B.   Pengertian filsafat berdasarkan bahasa
Bahasa adalah alat yang paling utama bagi seorang filsuf serta merupakan media untuk analisis dan refleksi. Oleh karena itu bahasa sanga sensitif terhadap kekaburan serta kelemahan-kelemahan lainnya, sehingga banyak filsuf menaruh perhatian untuk menyempurnakannya. Hal ini terutama dengna timbulnya aliran filsafat analitika bahasa yang memandang bahwa problema-problema filosofis akan menjadi terjelaskan menekala menggunakan analisis terminologi gramatika, bahkan kalangan filsuf analitika bahasa menyadari banyak ungkapan-ungkapan filsafat yang sama sekali tidak menjelaskan apa-apa. Berdasarkan hal tersebut maka banyak kalangan filsuf terutama para tokoh filsafat analitika bahasa menyatakan bahwa tugas utama filsafat adalah analisis konsep-konsep. Sebagaimana kita ketahui misalnya banyak filsuf yang mengetengahkan konsepnya melalui analitika bahasa, misalnya ‘apakah keadilan itu’, ‘apakah yang dimaksud dengan kebenaran’, ‘apakah yang dimaksud dengan kebaikan’ dan lain sebagainya. Kegiatan yang semacam itu merupakan suatu permulaan dari suatu usaha pokok filsafat untuk mendapatkan kebenaran hakiki tentang segala sesuatu termasuk manusia sendiri.
Namun demikian kegiatan para filsuf semacam itu dewasa ini dianggap tidak mencukupi karena tidak didukung dengan pengamatan dan pembuktian yang memadai untuk mendapatkan kesimpulan yang adekuat. Oleh karena itu untuk menjawab pertanyaan yang fundamental tentang hakikat segala sesuatu para filsuf berupaya untuk memberikan suatu argumentasi yang didukung dengan analisis bahasa yang memenuhi syarat-syarat logis. Untuk itu terdapat tiga cara untuk memformulasikan problema filsafat secara analitis misalnya masalah sebab-akibat, kebenaran, pengetahuan ataupun kewajiban moral, misalnya tentang hakikat pengetahuan sebagai berikut:
(1)   Kita menyelidiki pengetahuan itu.
(2)   Kita menganalisis konsep pengetahuan itu.
(3)   Kita ingin membuat eksplisit kebenaran pengetahuan itu.
Untuk pemecahan yang pertama mustahil dapat dilaksanakan karena seakan-akan filsafat itu mencari dan meneliti suatu entitas (keberadaan) sesuatu yang disebut pengetahuan berada bebas dari pikiran manusia. Untuk yang kedua itu juga menyesatkan karena seakan-akan tugas filsafat untuk memeriksa, meneliti dan mengamati sesuatu yang disebut pengetahuan. Kemudian menentukan bagian-bagiannya, menentukan hubungan-hubungannya hingga menjadi suatu konsep yang disebut pengetahuan.
Kiranya hanya kemungkinan alternatif yang ketiga saja yang layak dilakukan oleh filsafat, yaitu bahwa tugas utama filsafat adalah analisis konsep-konsep tersebut senantiasa melalui bahasa (Poerwowidagdo, tanpa tahun: 14). Memang filsafat sebagai analisis konsep-konsep tersebut senantiasa berkaitan dengan bahasa yang berkaitan dengan makna (semantik) dan tidak turut campur dalam bahasa itu sendiri sebagai suatu realitas.
Problem yang muncul berkaitan dengan filsafat sebagai analisis konsep-konsep yaitu kekurangan dan keterbatasan bahasa sebagaimana dihadapi oleh disiplin ilmu-ilmu lainnya. Konsep-konsep filsafat senantiasa diartikulasikan secara verbal sehingga dengan demikian maka bahasa memiliki peranan yang netral. Dalam pengertian inilah menurut Alston bahwa bahasa merupakan laboraturium filsafat untuk menguji dan menjelaskan konsep-konsep dan problema-problema filosofis bahkan untuk menentukan kebenaran pikirannya (Alston, 1964: 5).
C.   Pengertian filsafat bahasa
Filsafat kebahasaan mengadung upaya untuk memecahkan masalah-masalah filosofis dengan cara menganalisis makna kata dan hubungan logis antarkata di dalam bahasa. Filsafat bahasa mengandung upaya untuk unsur-unsur umum dalam bahasa seperti makna, acuan, tindak tutur dan ketidaknalaran. Filsafat bahasa itu merupakan suatu pokok persoalan dalam filsafat; sedangkan filsafat kebahasaan terutama merupakan nama metode filosofis. Bahasan mengenai filsafat bahasa modern dapat kita lihat pada karya pakar filsafat dan matematika terkenal dari Jerman bernama Gottlob Frege. Frege ingin menunjukkan bahwa matematika diturunkan dan ditemukan pada logika. Untuk melihat perkembangan latar belakang dalam perkembangan filsafat bahasa dapat kita lihat dari pandangan Frege.
Temuan tunggal Frege yang paling penting dalam filsafat bahasa adalah pembedaan tentang arti (sense) dan acuan (reference). Dia menjelaskan pembedaan ini berdasarkan persoalan tentang pernyataan keidentikan (identitas). Frege kemudian mengembangkan pembedaan ini ke arah ungkapan predikat dan ke seluruh kalimat. Dia mengatakan di samping mengungkapkan maknanya, ungkapan predikat juga mengacu kepada konsep kalimat (setidaknya kalimat yang memunculkan persoalan kebenaran dan kekeliruan) mengungkapkan pikkran sebagai maknanya dan mempunyai referensi berupa nilai kebenaran (yaitu keadaan bahwa kalimat itu benar atau keadaan kalimat itu salah).
Asep Ahmat Hidayat berpendapat bahwa pengertan filsafat perlu didekati dari dua pandangan, yaitu filsafat sebagai sebuah ilmu dan filsafat sebagai sebuah metode.  Oleh karena itu, pengertian filsafat bahasa pun bisa didekati dari dari dua pandangan tersebut.  Jika pengertian filsafat bahasa dilihat dari sebuah ilmu, maka filsafat bahasa adalah kumpulan hasil pekiran para filosof mengenai hakikat bahasa yang disusun secara sistematis untuk dipelajari dengan menggunakan metode tertentu.  Sedangkan, jika diartikan sebagai sebuah metode berpikir, ia bisa diartikan sebagai metode berpikir secara mendalam , logis dan universal mengenai hakikat bahasa.
D.   Ruang lingkup Filsafat Bahasa
Filsafat bahasa merupakan cabang filsafat khsus yang memiliki objek material bahasa. Berbeda dengan cabang-cabang serta bidang-bidang filsafat lainnya, filsxafat bahasa dalam perrkembangannya tidak mempunyai prinsip-prinsip yang jelas dan terdifinisikan dengan baik (Alston, 1964 :1)
Berdasarkan absan tersebut di atas maka pembahasan filsafat bahasa meliputi masalah sebagai berikut :
a.       Salah satu tugas filsafat adalah analisis konsep-konsep (conceptual analysis), oleh karena itu salah satu bidang filsafat bahasa adalah untuk memberikan analisis yang adekuat tentang konsep-konsep dasar dan hal ini dilakukan melalui analisis bahasa. Dalam pengertian inilah pada abad XX filsafat bahasa memiliki aksentuasi pada filsafat analitik .
b.      Lingkup lain filsaxfat bahasa adalah berkenaan dengan penggunaan bagi tindakan manusia.
c.       Berkenaan dengan teori makna dan dimensi-dimensi makna. Pembahasab tentang lingkup inilah filsafat bahasa memiliki keterkaitan erat dengan linguistic yaitu bidang sistematik.
d.      Cabang-cabang filsafat lainnya membahas hakikat bahasa sebagai objek material filsafat, bahkan lingkup pembahasan ini telah lama di tekuni oleh para filsuf. Antara lain hakikat bahasa secara ontologism sebagai dualism bentuk dan makna, hakikat bahasa sebagai substansi dan bentuk dan lain sebagainya.
E.   Obyek Filsafat Bahasa
1.      Formal
a.       Ontologi (membahas tentang hakikat subtansi dan pola organiasi bahasa).
Ontologi membahas keberadaan sesuatu yang bersifat kongkrit secara kritis. Pemahaman ontologik meningkatkan pemahaman manusia tentang sifat dasar berbagai benda yang akhimya akan menentukan pendapat bahkan keyakinannya mengenai apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang dicarinya.
b.      Epistemologi (membahas tentang hakikat objek dan material bahasa)
Epistemologi adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Ia merupakan cabang filsafat yang membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, sarana, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas, dan kebenaran pengetahuan (ilmiah). Epistemologi juga membahas bagaimana menilai kelebihan dan kelemahan suatu model epistemologik beserta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah), seperti teori koherensi, korespondesi pragmatis, dan teori intersubjektif. Pengetahuan merupakan daerah persinggungan antara benar dan dipercaya.
Metode ilmiah menggabungkan cara berpikir deduktif dan induktif sehingga menjadi jembatan penghubung antara penjelasan teoritis dengan pembuktian yang dilakukan secara empiris. Secara rasional, ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan fakta dari yang tidak. Jika seseorang ingin membuktikan kebenaran suatu pengetahuan maka cara, sikap, dan sarana yang digunakan untuk membangun pengetahuan tersebut harus benar. Apa yang diyakini atas dasar pemikiran mungkin saja tidak benar karena ada sesuatu di dalam nalar kita yang salah. Demikian pula apa yang kita yakini karena kita amati belum tentu benar karena penglihatan kita mungkin saja mengalami penyimpangan. Itulah sebabnya ilmu pengetahan selalu berubah-ubah dan berkembang.
c.       Aksiologi (membahas tentang hakikat nilai kegunaan teoretis dan kegunaan praktis bahasa).
Aksiologi meliputi nilai nilai kegunaan yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan yang dijumpai dalam seluruh aspek kehidupan. Nilai-nilai kegunaan ilmu ini juga wajib dipatuhi seorang ilmuwan, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.
2.       Material
 Bahasa sebagai objek materia filsafat karena filsafat bahasa membahas hakikat bahasa itu sendiri.  Obyek material adalah benda, hal atau bahan yang menjadi obyek, bidang atau sasaran penelitian.  Misalnya manusia merupakan obyek material dan ilmu psikologi, biologi, sosiologi dan sejarah.   Sedangkan benda mati, merupakan obyek material dan ilmu pengetahuan alam (fisika, kimia dan astronomi).  Sedangkan obyek formal ialah aspek atau sudut pandang tertentu terhadap obyek materialnya.
F.      Metode Mempelajari Filsafat Bahasa
Metode merupakan kata dari bahasa Yunani, meta dan hodos.  Meta berarti menuju, melalui, sesudah, dan mengikuti.  Sedang hodos berarticara, jalan atau arah.  Dalam ilmu pengetahuan, metode sering diartikan dengan jalan berpikir dalam bidang penelitian untuk memperoleh pengetahuan, atau merupakan salah satu langkah dari seluruh prosedur (methodology) penelitian tentang pengetahuan.
Terdapat lima metode yang dapat digunakan untuk mempelajari filsafat bahasa.  Kelima metode itu adalah :
1.      Metode Historis
Metode historis atau metode sejarah adalah suatu metode pengkajian filsafat yang didasarkan pada prinsip-prinsip metode historigrafi yangf meliputi  empat tahapan: heuristic, kritik, intepretasi, dan historigrafi.  Heuristic artinya penentuan sumber kajian.  Intepretasi artinya melakukan intepretasi terhadap isi sebuah sumber kajian atau pemikiran seorang ahli filsafat mengenai pemikirannya disekitar bahasa.  Sedangkan historigrafi adalah tahapan penulisan dalam bentuk rangkaian cerita sejarah.  Dalam konteks ini adalah cerita sejarah filsafat bahasa
2.      Metode Sistematis
Metode sistematis adalah metode pembahasan filsafat bahasa yang didasarkan pada pendekatan material (isi pemikiran).  Melalui metode ini, seseorang bisa mempelajari filsafat bahasa mulai dari aspek ontology filsafat bahasa, kemudian dilanjutkan pada aspek epistemology, dan akhirnya sampai pada pembahasan mengenai aspek aksiologi filsafat bahasa.  Selain itu melalui metode sistematis ini,seseorang bisa juga mempelajari filsafat bahasa mulai dari salah satu aliran tertentu dan selanjutnya mempelajari aliran lainnya.  Misalnya, mempelajari aliran bahasa (analitik), kemudian mempelajari aliran lainnya, seperti positifisme logis, strukturalisme, post strukturalisme dan postmodernisme.
3.      Metode Kritis
Metode  kritis digunakan oleh mereka yang mempelajari filsafat tingkat intensif.  Biasanya digunakan oleh mahasiswa tingkat pasca sarjana.  Bagi yang menggunakan metode ini haruslah sudah memiliki pengetahuan filsafat.  Mengkritik boleh jadi dengan menentang suatu pemikiran atau bisa juga mendukung suatu pemikiran.  Metode semacam ini telah dilakukan  oleh George Moore ketika mengkritisi filsafat hegalianisme (neo idealisme) di Inggris dengan cara mengkritisi pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para filsuf hegalianisme.  Selanjutnya diteruskan oleh para peletak dasar aliran analisa bahasa, seperti B. Russel dan Wittgestein.
4.      Metode Analisa Abstrak
Metode analisis abstrak yaitu dengan cara melakukan kegiatan urai setiap fenomena kebahasaan dengan cara memilah-milah.  Selanjutnya dilakukan generalisir secara abstrak sesuai dengan kaidah berfikir logis.  Analisis dilakukan dengan cara memadukan analisis logis deduksi dengan analisis induksi sebagaimana yang telah dilakukan B. Russel.
5.      Metode Intuitif
Metode intuitif, yaitu dengan melakukan introspeksi intuitif dan dengan memakai symbol-simbol.  Metode ini telah lama dipraktekkan oleh para ahli tasawuf (Islam) dan mengungkap hakikat kebahasaan secara kasyaf.  Di dunia barat, tokoh yang telah mempraktekkan metode ini adalah Henry Bergson.
G.  Latar Belakang Munculnya filsafat bahasa
Munculnya filsafat menurut B. Russel berawal dari konsep tentang hidup dan dunia. Para filosof dunia kebanyakan beranggapan bahwa yang satu haruslah sebagai substansi material. Bermula dari anggapan tentang asal segala sesuatu, Thales (585 SM) yang diberi julukan sebagai “Bapak Filsafat” beranggapan bahwa segala sesuatu berasal dari air. Anaximinisme beranggapan bahwa substansi itu adalah udara, sedang heraklitos menganggapnya api, yang akan melahirkan intelegensia, dan jika ditinjau dari segi spritualnya api tidak lain adalah logos. Pytagoras (535-515 SM) dengan argumentasi deduktif matematikanya yang bercorak mistis percaya bahwa bilanganlah yang berperan sebagai pemersatu aneka ragam dalam suasana kosmos. Parmedines (450 SM), doktrinnya telah berpengaruh terhadap plato. Sampai pada lahirnya teori atomis oleh Leucippus dan Demokraritus. sampai pada Socrates, plato, dan Aristoteles. Pada abad ke XVIII dan awal abad ke XX terdapat dua aliran besar yang mendominasi pemikiran filsafat yaitu filsafat idealisme dan filsafat empirisme. Idealisme berkembang pesat dalam tradisi filsafat jerman sedangkan empirisme berkembang di inggris. Aliran filsafat tersebut berkembang terus menerus sampai pada abad ke XX ditandai dengan kemunculan filsafat bahasa yang dipelopori oleh filosof-filosof kontemporer yang menggunakan analisis bahasa melalui gejala-gejala yang nampak.
Untuk itu bahasa adalah alat yang paling penting dari seorang filosof serta perantara untuk menemukan ekspresi. oleh karena itu ia sensitif terhadap kekaburan serta cacat-cacatnya dan merasa simpati untuk menjelaskan dan memperbaikinya. Kebanyakan orang menganggap bahasa itu satu hal yang wajar, seperti udara yang kita isap, tetapi pada waktu sekarang, banyak ahli termasuk didalamnya filosof-filosof yang memakai “metode logical analitik” melihat bahwa penyelidikan tentang arti serta prinsip-prinsip dan aturan-aturan bahasa merupakan problema yang pokok dalam filsafat.
Hubungan bahasa dengan masalah filsafat telah lama menjadi perhatian para filosof bahkan sejak zaman yunani. Para filosof mengetahui bahwa berbagai macam problema filsafat dapat dijelaskan melalui suatu analisis bahasa. Sebagai contoh: problema filsafat yang menyangkut pertanyaan, keadilan, kebaikan, kebenaran, kewajiban, hakekat ada (Metafisika) dan pertanyaan-pertanyaan fundamental lainnya dapat dijelaskan dengan menggunakan metode analisis bahasa. Tradisi inilah oleh para ahli sejarah filsafat disebut sebagai “Filsafat Analitik” yang berkembang di eropa terutama di Inggris abad XX.

FILOSOFI BAHASA INDONESIA


PERENUNGAN MAKNA KATA "MENOLONG"
 
Seorang teman saya mengeluh karena setelah menolong sahabatnya ternyata orang yang ditolong menjadi tergantung pada diri si penolong. Hal ini diperparah dengan kesan bahwa sahabatnya tidak menyadari jikalau teman saya pun memiliki masalah-masalah tersendiri. Padahal jika mau jujur, menurut teman saya itu, sahabatnya tidak mengalami keterbatasan-keterbatasan yang mendasar hinnga menyebabkan dirinya tidak mampu berdiri sendiri. Rupanya sahabat teman saya itu begitu bergantungnya hingga cukup merepotkan sang penolong. Yang harus dicatat di sini ialah bahwa teman saya ini seorang yang baik hati, mungkin karena terlalu baik kadang-kadang ia lupa untuk harus bisa mengatakan ‘tidak’ dalam arti yang positif.

Mengapa demikian? Terlalu sering mengatakan ‘ya’ dan berat untuk mengatakan ‘tidak’ adalah merupakan hal umum terjadi di dalam diri para penolong. Mengatakan ‘tidak’ seakan-akan merupakan suatu hal yang tabu, karena ‘tidak mau menolong’ seringkali diamini sebagai sifat tidak berperikemanusiaan, tidak setia kawan, dan hal-hal negatif lainnya. Ketika dimintai pendapat, saya mencoba mengajak teman saya untuk “sanggup berkata tidak” sebagai bagian dari penyaluran rasa peri-kemanusiaan dan lain sebagainya. Merenungkan makna ‘menolong’ ternyata merupakan alternatif yang baik untuk membantu berkata ‘tidak’ dengan dilandasi oleh pertimbangan positif.

Hal pertama yang harus dilakukan ialah menyadari bahwa ‘menolong seseorang’ berarti kita ‘berbagi’/’share’. Saya tidak ingin menggunakan kata ‘mengorbankan’/’sacrifice’, karena lagi-lagi akan dirasakan sebagai keterpaksaan. Apabila terpaksa maka yang diberikan bukanlah pertolongan, karena ada motif atau alasan tertentu di balik semua itu, seperti misalnya: berada di bawah tekanan, pertimbangan pahala atau pamrih, investasi, dan sebagainya. Berbagi berarti kita memberikan sesuatu dari diri kita, baik yang lebih ataupun yang kurang, untuk digunakan oleh orang lain. Disebutkan sebagai membantu oleh karena kalaupun kita tidak membantu maka tidak akan mendatangkan kerugian bagi kita. Jikalau tindakan berbagi tidak kita ambil, dan pada akhirnya merugikan kita, maka alasan tindakan tersebut tidak bisa dimasukkan lagi ke dalam konteks ‘menolong.’

Yang kedua, menolong yang benar adalah menolong yang tidak bersifat destruktif. Sifat merugikan ini tidak saja dialami oleh sang penolong tetapi juga pada diri orang yang ditolongnya. Tentu kita sudah akrab dengan ungkapan “jangan memberikan ikan namun berikanlah kailnya.” Ternyata tidak sesederhana ini sajalah ungkapan tersebut dapat diterjemahkan. Perasaan teman saya di bagian awal tulisan ini dapat digolongkan sebagai perwujudan dari tindakan menolong yang tidak sempurna. Mengapa demikian? Bukan berarti saya ingin mengatakan bahwa dia memiliki alasan lain atau ingin mendapatkan manfaat dari tindakannya, bukan itu, tetapi rupanya tindakannya malah berbalik membawa akibat destruktif terhadap dirinya maupun orang yang ditolong. Di satu sisi ia merasa tidak diperhatikan dan di sisi lain sang pemohon menjadi bergantung serta terkesan mementingkan diri sendiri.

Singkatnya, konsep menolong orang yang sebenarnya masih dapat melakukan banyak hal sendiri namun memiliki ketergantungan yang kuat adalah merupakan suatu problem serius. Teman saya tidak merasa sejahtera di hatinya, dan sahabatnya pun akhirnya menjadi sangat tergantung dan seakan tidak peduli pada orang lain dengan berfokus hanya pada diri sendiri saja.

Kedua hal di atas harus dipahami dahulu sebelum kita merenungkan kandungan kekayaan makna kata ‘menolong’ yang ternyata tergolong dalam tiga kelompok umum. Ketiga kelompok ‘menolong’ tersebut ialah:
  1. help you / (saya) menolong anda
  2. help me to help you / bantulah saya agar (dapat) menolong anda
  3. help me to help you helping yourself / bantulah saya agar saya bisa menolong anda untuk menolong diri anda sendiri
Help you
Konsep ini sebenarnya merupakan konsep umum dalam menolong seseorang. Tanpa tedeng aling-aling saya dapat saja membantu seseorang yang datang kepada saya. Orang yang berkonsep seperti ini tidak memerlukan penjelasan atau alasan mengapa harus menolong. Begitu diminta langsung siap membantu. Bahwa ternyata bantuan tersebut dapat berakibat negatif terhadap kedua belah pihak bukanlah merupakan hal yang penting untuk dipertimbangkan. Solidaritas, rasa cinta yang mendalam, hutang budi, dan lain sebagainya dapat saja menjadi latar belakang kenapa yang bersangkutan langsung membantu ketika diminta. Apabila di kemudian hari ternyata muncul masalah baru maka itu merupakan persoalan kemudian, yang bukan merupakan pertimbangan saat ini.

Help me to help you
Konsep ini boleh dibilang cukup penuh pertimbangan. Untuk bisa memberikan bantuan, saya harus memahami dulu mengapa yang bersangkutan memerlukan bantuan saya. Apabila saya telah memahami persoalannya, dan jika saya merasa bahwa orang tersebut perlu dibantu maka saya tidak akan ragu untuk menolong. Dalam tahapan pertimbangan inilah proses penilaian terhadap apa yang harus dilakukan dan yang bisa dibagikan telah dilakukan. Rasa-rasanya, orang-orang yang baik dan tulus hatinya akan bersetuju dengan saya apabila saya mengatakan bahwa ‘memahami’ duduk persoalan sebenarnya telah menyebabkan bantuan yang diberikan dapat dipertanggungjawabkan.Yang menjadi persoalan ialah bahwa apakah bantuan atau pertolongan yang kita berikan telah tepat sasaran? Bagaimanakah apabila ternyata permohonan ini berulang terus sementara sebenarnya yang meminta pertolongan kita masih dapat didorong untuk berdiri sendiri?

Help me to help you helping yourself
Pertanyaan-pertanyaan di bagian terakhir konsep kedua di atas itulah yang menyebabkan perlunya kita menyadari bahwa ‘sebuah langkah baru harus diambil untuk mencegah gejala ‘gagal mandiri’ tersebut berlanjut. “Membantu yang membangun” benar-benar merupakan dasar dari konsep ketiga ini. Memahami masalah yang sedang dihadapi sang pemohon pertolongan, kemudian membantu yang bersangkutan agar kebutuhan jangka pendeknya terpenuhi, harus dibarengi dengan upaya penanganan masalah jangka panjangnya yang adalah kemandirian. Di sinilah rupanya memberikan ikan bukan merupakan tindakan bijak. Walaupun yang bersangkutan meminta ikan, namun kita yang telah memahami persoalan tersebut melihat bahwa di kemudian hari rasa lapar tersebut akan tetap ada maka kita harus bisa berupaya memberikan kailnya.

Hasil akhir dari sebuah bantuan atau pertolongan adalah terpecahkan masalah yang ada. Ikan memang harus dapat ditangkap untuk dikonsumsi. Akan tetapi menjadi nelayan rutin terhadap orang lain yang juga berbakat dan sebenarnya mampu menjadi penangkap ikan adalah tindakan yang merusak orang tersebut. Orang yang ditolong akan semakin gagal melihat bahwa dirinya pun mampu mandiri. Dalam konteks inilah dipandang layak apabila suatu saat kita berkata ‘tidak’ terhadap permohonan oleh karena kita menghindari terjadinya kegagalan menuju kemandirian.

Seringkali terjadi orang yang meminta pertolongan adalah orang yang merasa bahwa dia tidak mampu mengatasi persoalannya sendiri. Memohon pertolongan dipandang perlu ketika tercipta ketidakberdayaan. Namun yang harus disadari, yang dimintakan adalah bantuan, pertolongan, dan bukannya ‘pendukunan’ atau penyulapan. Dalam situasi terjepit adalah wajar apabila lepas dari penderitaan merupakan fokus diri. Seringkali fokus tersebut mengaburkan diri seseorang terhadap kenyataan bahwa yang bersangkutan memiliki bakat dan keunggulan tersendiri. Saat kita terus menerus siap sedia kapanpun dan di manapun maka, sebagai penolong yang tidak sedang terjepit, kita harus mampu memaknai pertolongan tersebut.

Sekali lagi, ketergantungan adalah wajar apabila yang meminta pertolongan memang memiliki (maaf) keterbatasan fisik, psikologis, atau situasional permanen. Namun seperti kasus teman saya di atas, sahabatnya bukan tergolong dalam kelompok ini. Apabila ini yang dihadapi maka terus mengatakan ‘ya’ akan menimbulkan persoalan.

Memaknai arti kata dapat membantu kita di dalam mengambil tindakan. Sediakanlah waktu bagi diri anda yang sangat tulus dan baik hati untuk mengartikan berbagai macam aspek kebahasaan. Sehingga nantinya praktek atau tindakan yang diambil benar-benar menjadi cerminan pertimbangan yang membangun sesama. Bukankah bahasa adalah alat untuk mewujudkan pemikiran dan penilaian kita terhadap persoalan kita maupun sesama? Let Wisdom Guide.

SEJARAH MASJID AGUNG BANTEN

 

 

MASJID AGUNG BANTEN:

 

Merupakan situs bersejarah di Kota Serang, Propinsi Banten. Masjid ini di bangun oleh Sultan Maulana Hasanuddin, Putera Sunan Gunung Jati, sekitar Tahun 1552 - 1570 M. Masjid ini memiliki halaman yang luas dengan taman yang dihiasi Bunga - bunga Flamboyan.selain sebagai Obyek Wisata Ziarah, Masjid Agung Banten juga merupakan Obyek Wisata Pendidikan dan Sejarah. Dengan mengunjungi Masjid ini, Wisatawan dapat menyaksikan peninggalan bersejarah Kerajaan Islam di Banten pada Abad ke-16 M, serta melihat keunikan arsitekturnya yang merupakan perpaduan gaya Hindu Jawa, Cina dan Eropa. 

 

Di serambi kiri Masjid ini terdapat Makam Sultan Maulana Hasanuddin dengan Permaisurinya, Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Nashr Abdul Kahar (Sultan Haji). Sementara di serambi kanan, terdapat makam Sultan Maulana Muhamad, Sultan Zainul Abidin, Sultan Abdul Fattah, Pangeran Aria, Sultan Mukhyi, Sultan Abdul Mufakhir, Sultan Zainul Arifin, Sultan Zainul Asikin, Sultan Syarifuddin, Ratu Salamah, Ratu Latifah dan Ratu Masmudah. 

 

Masjid Agung Banten terletak di Desa Banten lama, Kecamatan Kasemen, Kota Serang Propinsi Banten Indonesia. 

 

Makam “Banten” : 

 

Pangeran Arya Mandalika adalah Putra Sultan Maulana Yusuf dari Isteri yang lain (bukan Permaisuri Ratu Khadijah). Pangeran Arya Mandalika menjabat sebagai Panglima Perang merangkap Menteri Perlengkapan, terletak di Kampung Kroyo sebelum Kraton Kaibon Kec. Kasemen Kota Serang. 

 

Makam Sultan Pangeran Aspati/Mulyasmara, adalah salah seorang tokoh agama islam di Banten yang diperkirakan berasal dari Masyarakat Baduy yang masuk islam dan mengabdikan dirinya kepada Kesultanan Banten. Terletak di Desa Kasunyatan Kec. Kasemen Kota Serang. 

 

Makam Pangeran Jaga Laut Adalah Putera Sultan Banten dari isteri yang lain (bukan Nyi Ratu Ayu Kirana). Beliau merupakan salah satu Ulama Besar Banten, yang menyebarkan islam di kawasan pesisir utara Banten. Terletak di Desa Kronjo. 

 

Makam Syekh Muhamad Sholeh bin Abdurohman atau lebih dikenal dengan penjiarahan Gunung Santri terletak di atas Puncak Gunung Santri di Kec. Bojonegara Kab. Serang, terletak disebelah Barat Laut Daerah Pantai Utara, 25 Km dari Kota Serang atau sekitar 7 Km dari Kota Cilegon.  

 

Makam Arya Wangsakara, makam ini berada di Kampung Lengkong, Sumedang/Lengkong Santri, Desa Pagedangan Kec. Curug. Nama Tokoh utama yang dimakamkan di Komplek makam ini adalah Raden Aria Wangsakara bergelar Pangeran Wiraraja II atau terkenal dengan julukan Imam haji Wangsaraja. Ayahnya bernama Pangeran Wiraraja I atau bergelar Pangeran Lemah Beureum Ratu Sumedang Larang. Ibunya bernama Putri Dewi Cipta, anak Raden Kidang Palakaran Cucu Pucuk Umum dari Banten. Berdasarkan silsilah tersebut, Aria Wangsakara berasal dari Sumedang dan Cirebon, sementara pihak Ibu berasal dari Banten.


SEJARAH MARCUSUAR ANYER


Di kawasan Anyer kita dapat menyaksikan menara tua yang disebut Mercusuar Anyer. Menara yang di bangun pada masa pemerintahan Z.M. Willem III setinggi  75,5 meter ini terdiri dari 18 tingkat, dibangun pada masa penjajahan Belanda. Dilihat dari prasasti yang tertempel di kaki mercusuar, bangunan yang terbuat dari baja setebal 2,5cm itu sudah berusia lebih dari 170 tahun, tepatnya dibangun pada tahun 1885. Sampai kini masih berfungsi memandu kapal-kapal yang lalu-lalang di malam hari.
 

Menara ini diyakini sebagai titik nol jalan Anyer (Banten)-Panarukan (Jawa Timur) yang dibangun Gubernur Jenderal Daendles. Dari sinilah awal mula Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda waktu itu, memulai proyek raksasanya pada 1825.
Daendels membuat jalan ekonomi Anyer-Panarukan sepanjang sekitar 1.000 km. Proyek yang menelan korban ribuan jiwa rakyat Indonesia itu menghubungkan Cilegon, Serang, Tangerang, Jakarta (dulunya bernama Sunda Kelapa, kemudian Batavia), Cirebon, Semarang, Surabaya sampai ke Pasuruan.
 

Penduduk sepanjang proyek perjalanan tadi bekerja tanpa dibayar atau kerja rodi. Setelah selesai, jalan yang dibangun dari keringat dan mayat bangsa Indonesia kemudian terkenal sebagai jalan Deandels atau jalan rodi. Sayangnya tak ada monument atau prasati untuk mengenang sejarah yang penuh darah itu.
 

Konon, karena Gunung Krakatau meletus, mercusuar itu hancur lebur. Puing-puing dan pondasinya masih bisa Anda lihat beberapa meter dari mercusuar. Jadi mercusuar yang ada sekarang merupakan bangunan baru.
Bangunan itu pun nyaris rata dengan tanah akibat hantaman meriam angkatan laut Jepang sekitar tahun 1942. Meski tak sampai runtuh, namun mercusuar itu sempat rusak berat. Bekas hantaman meriam itu bisa dilihat apabila Anda naik mercusuar itu, yakni berupa lubang besar yang kini sudah ditambal.
Kini, mercusuar Anyer seakan tenggelam di tengah-tengah maraknya sarana wisata modern, terutama setelah tumbuhnya resor-resor di tepi pantai. Padahal, mercusuar ini menjadi saksi bisu kekejaman penjajahan Belanda.


DEBUS: KESENIAN TRADISIONAL MASYARAKAT BANTEN



Banten adalah salah satu provinsi yang ada di Indonesia dan sekaligus nama suku bangsa asal yang terdapat di provinsi tersebut. Sebagian orang berpendapat bahwa orang Banten adalah orang Sunda juga, karena kebudayaan yang ditumbuhkembangkan oleh mereka pada umumnya sama dengan orang Sunda. Dalam kebahasaan misalnya, orang Banten menggunakan bahasa yang mereka sebut sebagai "Sunda-Banten", yaitu bahasa yang menunjukkan beberapa perbedaan dibandingkan dengan bahasa Sunda yang lain, terutama dalam intonasinya. Lepas dari masalah kesamaan dan perbedaan kebudayaan yang ditumbuhkembangkan oleh orang Sunda dan orang Banten itu, yang jelas bahwa Banten adalah sebuah suku bangsa yang ada di Provinsi Banten (Melalatoa, 1995).

Sebagaimana masyarakat suku bangsa lainnya di Indonesia, orang Banten juga mempunyai berbagai jenis kesenian tradisional. Salah satu diantaranya yang kemudian yang kemudian menjadi label masyarakat Banten adalah debus1). Artinya, jika seseorang mendengar kata "debus", maka yang terlintas dalam benaknya adalah "Banten".

Konon, kesenian yang disebut sebagai debus ada hubungannya dengan tarikat Rifaiah yang dibawa oleh Nurrudin Ar-Raniry ke Aceh pada abad ke-16. Para pengikut tarikat ini ketika sedang dalam kondisi epiphany (kegembiraan yang tak terhingga karena "bertatap muka" dengan Tuhan), kerap menghantamkan berbagai benda tajam ke tubuh mereka. Filosofi yang mereka gunakan adalah "lau haula walla Quwata ilabillahil 'aliyyil adhim" atau tiada daya upaya melainkan karena Allah semata. Jadi, kalau Allah mengizinkan, maka pisau, golok, parang atau peluru sekalipun tidak akan melukai mereka.

Di Banten pada awalnya kesenian ini berfungsi untuk menyebarkan ajaran Islam. Namun, pada masa penjajahan Belanda dan pada saat pemerintahan Sultan Agung Tirtayasa, seni ini digunakan untuk membangkitkan semangat pejuang dan rakyat Banten untuk melawan Belanda. Dewasa ini, seiring dengan perkembangan zaman, kesenian ini hanya berfungsi sebagai sarana hiburan semata.

Pemain

Para pemain debus terdiri dari seorang syeh (pemimpin permainan), beberapa orang pezikir, pemain, dan penabuh gendang. 1-2 minggu sebelum diadakannya pertunjukan debus biasanya para pemain akan melaksanakan pantangan-pantangan tertentu agar selamat ketika melakukan pertunjukan, yaitu: (1) tidak boleh minum-minuman keras; (2) tidak boleh berjudi; (3) tidak boleh mencuri; (4) tidak boleh tidur dengan isteri atau perempuan lain; dan lain sebagainya.

Tempat dan Peralatan Permainan

Permainan debus biasanya dilakukan di halaman rumah pada saat diadakannya acara-acara lain yang melibatkan banyak orang. Peralatan yang digunakan dalam permainan adalah: (1) debus dengan gada-nya (2) golok yang digunakan untuk mengiris tubuh pemain debus; (3) pisau juga digunakan untuk mengiris tubuh pemain; (4) bola lampu yang akan dikunyah atau dimakan (sama seperti permainan kuda lumping di Jawa Tengah dan Timur; (5) panci yang digunakan untuk menggoreng telur di atas kepala pemain; (6) buah kelapa ; (7) minyak tanah dan lain sebagainya. Sementara alat musik pengiringnya antara lain: (1) gendang besar; (2) gendang kecil; (3) rebana; (4) seruling; dan (5) kecrek.

Jalannya Permainan

Permainan debus pada umumnya diawali dengan mengumandangkan beberapa lagu tradisional (sebagai lagu pembuka atau "gembung"). Setelah gembung berakhir, maka dilanjutkan dengan pembacaan zikir dan belum atau macapat yang berisi puji-pujian kepada Allah Swt dan Nabi Muhammad Saw. Tujuannya adalah agar mendapat keselamatan selama mempertunjukkan debus. Setelah zikir dan macapat selesai, maka dilanjutkan dengan permainan pencak silat yang diperagakan oleh satu atau dua pemain tanpa menggunakan senjata tajam.

Kegiatan selanjutnya adalah permainan debus itu sendiri yang berupa berbagai macam atraksi, seperti: menusuk perut dengan menggunakan debus; mengupas buah kelapa dan memecahkannya dengan cara dibenturkan ke kepala sendiri; memotong buah kelapa dan membakarnya di atas kepala; menggoreng telur dan kerupuk di atas kepala; menyayat tubuh dengan sejata tajam seperti golok dan pisau; membakar tubuh dengan minyak tanah atau berjalan-jalan di atas bara api; memakan kaca dan atau bola lampu; memanjat tangga yang anak tangganya adalah mata golok-golok tajam dengan bertelanjang kaki; dan menyiram tubuh dengan air keras.

Sebagai tambahan, pada atraksi penusukan perut dengan menggunakan debus, seorang pemain memegang debus, kemudian ujungnya yang runcing ditempelkan ke perut pemain lainnya. Setelah itu, seorang pemain lain akan memegang kayu pemukul yang disebut gada dan memukul bagian pangkal debus berkali-kali. Apabila terjadi "kecelakaan" yang mengakibatkan pemain terluka, maka Syeh akan menyembuhkannya dengan mengusap bagian tubuh yang terluka disertai dengan membaca mantra-mantra, sehingga luka tersebut dalam dapat sembuh seketika. Kemudian, ketika atraksi penyayatan tubuh dengan sejata tajam seperti golok dan pisau, pemain akan menusukkan senjata tersebut ke beberapa bagian tubuhnya seperti:: leher, perut, tangan, lengan, dan paha. Namun, melakukannya, ia mengucapkan mantra-mantra agar tubuhnya kebal dari senjata tajam. Salah satu contoh mantranya adalah: "Haram kau sentuh kulitku, haram kau minum darahku, haram kau makan dagingku, urat kawang, tulang wesi, kulit baja, aku keluar dari rahim ibunda. Aku mengucapkan kalimat la ilaha illahu". Dan, ketika atraksi pemakanan kaca dan atau bola lampu, yang dimuntahkan bukannya serpihan kaca melainkan puluhan ekor kelelawar hidup.

Nilai Budaya

Permainan debus yang dilakukan oleh masyarakat Banten, jika dicermati secara mendalam, maka di dalamnya mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan bersama dan bekal kehidupan di kemudian hari. Nilai-nilai itu antara lain kerja sama, kerja keras, dan religius.

Nilai kerja sama tercermin dalam usaha para pemain yang saling bahu-membahu dalam menunjukkan atraksi-atraksi debus kepada para penonton. Nilai kerja keras tercermin dalam usaha pemain untuk dapat memainkan debus. Dalam hal ini seseorang yang ingin memainkan debus harus berlatih secara terus menerus sambil menjalankan syarat-syarat dan pantangan-pantangan tertentu agar ilmu debusnya menjadi sempurna. Dan, nilai religius tercermin dalam doa-doa yang dipanjatkan oleh para pemain. Doa-doa tersebut dibacakan dengan tujuan agar para pemain selalu dilindungi dan mendapat keselamatan dari Allah SWT selama menyelenggarakan permainan debus.v

Asal Usul dan Sejarah Debus

 

Asal Usul dan Sejarah Debus
Debus adalah sebuah kesenian bela diri asli dari Banten. Kesenian ini tercipta pada masa Pemerintahan Sultan Maulana Hasanudin (1532-1570 di abad ke-16 . kesenian debus biasanya mempertunjukan kekuatan atau kemampuan manusia yang luar biasa, diantaranya ilmu ke kebalan yang tahan dari hantaman senjata tajam, hempasan api, minum air keras, memasukan benda kedalam kelapa utuh, menggoreng telur di kepala, berjalan diatas beling, menaiki tangga golok danlain sebagainya .
 
Ditinjau dari bentuk permainannya, debus dapat digolongkan salah satu pertunjukan (upacara) syaman, tetapi ditilik dari isi dan pelaksanaannya bertahan erat dengan keagamaan (Islam). Tidak mustahil memang telah terjadi perpaduan diantara berbagai unsur budaya tersebut. Ini mungkin juga merupakan jalan untuk menjawab pertanyaan sejak kapan permainan debus ada di Indonesia ?  Bila jalan ini benar maka unsur-unsur permainan debus sudah ada sejak masa prasejarah, sedangkan bentuk seperti kita dapati sekarang ini berasal dari masa awal perkembangan Islam di Indonesia.
 
Yang menonjol dalam permainan ini adalah pertunjukan kekebalan orang terhadap berbagai senjata tajam. Permainannya merupakan permainan kelompok. Di kerajaan Banten dahulu, yang terkenal sebagai penyebarluas agama dan budaya Islam, pertunjukan kekebalan yang sangat digemari dan dibanggakan oleh masyarakat Banten ini dimanfaatkan sebagai sarana untuk penyiaran agama Islam, seperti halnya dilakukan oleh para Wah. Pada masa perlawanan terhadap penjajahan Belanda kesenian ini digiatkan sebagai penegak disiplin dan memupuk keberanian rakyat.
Unsur-unsur Permainan Debus
1.      Pemain, terdiri atas syeh atau pemimpin permainan debus, para pezikir, pemain dan penabuh.
2.      Peralatan permainan terdiri atas debus dengan gada nya, golok, pisau, bola lampu, kelapa, alat penggoreng dan lain-lain.
3.      Alat musik untuk pingiring permainan debus terdiri atas: gendang besar, gendang kecil, rebana dan kecrek.
 
Seorang pemain debus harus kuat, tabah dan yakin kepada diri sendiri. Mereka harus taat menjalankan kewajiban-kewajiban agama Islam, tahan lapar, tahan tidak tidur, tahan tidak bergaul dengan isteri selama waktu yang ditentukan dan lain-lain persyaratan yang untuk orang kebanyakan dirasakan berat.
 
Seperti halnya seni tradisional yang lain, debus pun semakin sedikit penggunaannya, apalagi mereka yang tertarik untuk jadi pemain guna pelestariannya. Alangkah sayangnya kalau kepandaian yang langka ini punah. Ya, masih untunglah sekarang masih ada beberapa perkumpulan yang bertahan, bahkan dapat main digelanggang yang lebih luas seperti di tempat-tempat wisata dan bahkan di luar negeri.
 
Kesenian ini sungguh mencekam, bahkan mengerikan tetapi juga menarik perhatian, apalagi para turis asing yang umumnya tidak percaya akan hal-hal di luar nalar (irrasional). Layaknya bila kita ikut memikirkan upaya pelestariannya dengan membina latihannya, organisasinya dan ikut mengusahakan "pemasaran" pementasannya. Kerjasama sebaik-baiknya antara masyarakat setempat dengan pihak Pemda, Depdikbud dan Dep. Parpostel kiranya dapat memecahkan persoalan ini. Semoga saja kesenian debus ini tidak punah dan tetap dilestarikan.

Filosofi Adzan dan Iqomah

 
Hujjatul Islam, Al-Ghazali, mengatakan, “Ketika anda mendengar panggilan sholat oleh muadzin, maka berusahalah membayangkan hingar bingarnya teriakan di hari kiamat. Persiapkan diri lahir batin untuk menjawabnya. Mereka yang segera menjawab ajakan tersebut, niscaya akan menjadikan dirinya orang yang mendapat perlakuan lemah lembut di hari Pembalasan nanti.”Adzan dan Iqomah adalah wujud “peringatan Ilahi” bagi para hamba-hambaNya untuk melakukan sholat. Sampai Nabi SAW mewajibkan ummat untuk menjawab panggilan itu, dengan menirukan kalimat Adzan tersebut, bahkan jedah waktu antara adzan dan iqomah, kita disunnahkan sholat sunnah dua rokaat.
 
Mengapa ada adzan dan iqomah sebelum sholat fardlu dimulai? Karena dalam Al-Qur’an sendiri disebutkan tiga kategori pelaku sholat:Pertama, para hamba yang diperintahkan sholat, dengan kata perintah “Aqimish-sholat” (Qs. Yunus, 105, Huud, 114, Al-Isra’,78, Thoha, 14, Luqman 17, al-Ahzaab, 33). Kemudian pada surat-surat lain seperti dalam surat Al-Baqarah, An-Nisaa’, al-An’aam Al-A’raaf, Yunus, Hajj, an-Nuur, Ar-Ruum, asy-Syura, Ar-Rahman, al-Mujadilah, al-Muzammil, menggunakan kata perintah dengan bentuk Jama’, yakni “Aqiimush-Sholat”.Masing-masing perintah baik dengan sasaran orang tunggal atau pun Jama’, memiliki impressi yang berbeda, dengan etika dan adab yang secara keseluruhan menekankan bahwa adab sholat haruslah berhubungan dengan keikhlasan beribadah (sholat). Ada perintah menegakkan sholat yang berhubungan dengan:
 
1. Waktu,
2. Adab mengingat Allah,
3. Menegakkan tauhidnya sholat agar tidak terjerumus dalam kemusyrikan.
4. Perintah lain seperti menunaikan zakat dan sikap berbegang teguh pada Allah,
5. Tata cara sholat, dengan mengikuti tata cara Rasulullah saw,
6. Hubungan sholat dengan amar ma’ruf nahi mungkar
7. Informasi hikmah sholat yang mencegah fakhsya’ (perilaku buruk) dan kemungkaran.
 
Banyak hikmah dibalik perintah-perintah tersebut, sehingga diperlukannya Adzan dan Iqomah untuk mengingatkan kesadaran vertikal kita kepada Allah SWT.Kata Iqomah sendiri, juga berhubungan dengan kata penegakan sholat. Selain kata perintah, juga ada kategori informasi berikut yang:Kedua, Qa’im, (Ali Imran, 39) yang identik dengan predikat “Muqiimush-Sholat”, orang yang menegakkan sholat (Ibrahim, 40 dan Al-Hajj, 35). Yaitu orang-orang yang benar-benar menegakkan sholatnya sebagaimana doa-doa Nabiyullah Ibrahim agar anak cucunya dan keluarganya bisa menjadi Muqiimush-Sholah, yaitu mereka yang mendirikan sholat dengan khusyu’, ikhlas, Lillahi Ta’ala.Ketiga, Iqomush-Sholat, (Al-Ambiya’, 73, An-Nuur, 37) yang lebih memberikan gambaran para pelaku Sholat sebagai ahli ibadah yang mencapai maqom ‘abudah, yaitu ketika hamba sholat, hanya Allah yang dipandang (Musyahadah).
 
KALIMAT ADZAN DAN IQOMAH
Karena itu, jika kita renungi makna yang terkandung dalam kalimat Adzan dan Iqomah bisa kita urai sebagai berikut:Allahu Akbar Allahu Akbar x2Takbir adalah perjalanan terkahir dari kehambaan manusia kepada Allah Ta’ala, pengakuan, amaliyah, dan maqomat serta nuansa terdalam dari ruhaniyah manusia. Tetapi juga sekaligus juga awal kita menghadap Allah. Sehingga setiap sholat pun kita membaca Takbirotul Ihram sebagai pernyataan iman kita kepada Allah, bahkan setiap perubahan dari gerak gerik sholat kita.Asyhadu Allaa Ilaaha Illallah x2 Asyhadu Anna Muhammadarrasuulullaah x2Syahadatain adalah kepasrahan dan keislaman kita, atas wujud keimanan kita. Dengan Syhadatain itulah kita memperbaharui iman kita setiap lima waktu sehari. Lalu segala bentuk kemakhlukan di semesta jagad lahir dan batin kita, haruslah terhapuskan agar tidak menjadi berhala ketika kita menghadap Allah Ta’ala.Seluruh pengakuan iman kita ada dalam Syahadatain, yang harus segera kita wujudkan dalam praktek ibadah utama kita, sholat.

Jika mengingat Allah melalui Musyahadah (dan karena itu bunyi syahadat adalah Asyhadu, aku bersaksi) segalanya tiada, yang Ada hanya Yang Maha Ada, Allah Ta’ala. Sedangkan Syahadah kepada Nabi Muhammad sebagai Rasul Allah SWT merupakan sikap keimanan kita kepada Nubuwwah dan RisalahNya melalui Inti Cahaya Kenabian dan Risalah, Muhammad SAW. Karena melalui Cahaya Nabi kita mengenal Allah dan Musyahadah kepadaNya, dan melalui Cahaya Nabi, Allah memantulkan seluruh Fadlal dan Rahmatya kepada kita.Hayya ‘Alash-Sholaah x 2Lalu kita menghadap Allah dengan diawali Takbirorul Ihrom dan diakhiri dengan Salam. Marilah kita sholat, marilah kita sholat. Allah memanggil dengan CintaNya, Kasih dan KaruniaNya. Sebab jika kita tidak memenuhi panggilanNya, kita akan kehilangan Cinta dan FadlalNya.Hayya ‘Alal Falaah x 2Mari meraih kemenangan. Tidak ada kemangan kecuali memenangkan sebuah pertarungan melawan hiruk pikuk makhluk (selain Allah) dalam jiwa kita, karena kemenangan sesungguhnya adalah kebersamaan kita dengan Allah. Karena dalam kebersamaan itu terjadi penyatuan diri kita dalam Musyahadah kepada Allah. Dari Allah, (minaLlah) kepada Allah (ilaLlah), Bersama Allah, (ma’aLlah) di Dalam Allah, (fiLlah) hanya bagi Allah, (liLlah) dan menyandar total kepada Allah (‘alaLlah).Allahu Akbar x2 Takbir diulang kembali, menjelang akhir dari sebuah panggilan, untuk memasuki kalimat Tauhid. Laailaaha IllallaahTiada Tuhan selain Allah.Jika adzan kita hayati, kita akan memasuki Iqomatus-Sholah melalui panggilan Iqomah untuk masuk sholat, jelas, jiwa kita sudah lebur dalam Ilahi