Sabtu, 24 Desember 2016

Filosofi Satu Islam

 

Filosofi Satu Islam

Agama adalah hukum-hukum yang diturunkan dari prinsip ketuhanan. Karena manusia adalah makhluk yang terlibat sejarah dan konteks, maka agama dari sisi fenomenalnya terlibat dalam reduksi-reduksi konteks dan tradisi.

Agama tidak menjelaskan tentang apa yang baik dan apa yang benar karena konsep-konsep ini telah lebih dahulu diketahui berdasarkan kaidah-kaidah rasional. Agama dalam hal ini sebenarnya adalah fungsi penegas dari dari nilai-nilai kebenaran.

Ada dua cara memahami agama, yakni dengan memhaminya secara fenomenal dan memahaminya dari sisi idealitas. Agama fenomenal adalah agama berdasarkan apa yang terjadi pada agama. Agama fenomenal ini memiliki kelemahan karena sifat-sifatnya yang fluktuatif dan berubah berdasarkan anasir-anasir lain diluar nilai ideal dari agama. Asumsi ini muncul karena kenyataan yang ditemukan bahwa tidak sedikit orang yang menggunakan agama sebagai alat memenuhi keinginan-keinginan yang bersifat material. Agama yang hanya dipahami secara fenomenal ini memunculkan dua sikap yang berbeda. Yang pertama adalah penolakan mutlak terhadap agama. Yang kedua adalah sikap selektif terhadap bagian-bagian tertentu yang ada dalam agama. Hal ini muncul karena melihat agama berdasarkan das sein (apa yang terjadi).

Dalam sejarah, kecenderungan pertama ditandai dengan terjadinya revolusi-revolusi di Eropa seperti gerakan Bolsevyik, revolusi industri di Inggris, dan perlawanan kaum proletar terhadap dominasi gereja. Dari penolakan agama ini munculah pandangan bahwa peradaban manusia hanya akan berkembang jika manusia mulai meninggalkan agama. Agama mulai dianggap sebagai kegilaan massal seperti pernah diungkapkan oleh Michel Foucault. Pandangan ini terjadi karena melihat agama secara fenomenal.

Setelah itu, muncullah deism. Dari sini, muncul hukum-hukum positif dan kontrak sosial yang bertujuan membangun nilai-nilai moral yang berada di luar jangkauan dominasi agama.
Setidaknya ada dua jenis model penolakan terhadap agama. Yang pertama bersifat eksplisit. Contohnya adalah masyarakat-masyarakat yang sudah tidak memiliki keterikatan historis dengan agama. Inilah yang kita sebut dengan atheisme dan spiritualisme. Yang kedua bersifat implisit, contohnya dalam masyarakat-masyarakat yang masih memiliki keterikatan historis dengan agama. Inilah yang kita sebut dengan liberalisme.

Ada juga sebagian yang memandang bahwa nilai-nilai agama ada yang masih relevan dan sebagian sudah tidak relevan sehingga memandang bahwa agama adalah anasir privat dalam diri manusia. Konsep ini kita sebut dengan sekulerisme. Semua pandangan ini berasas pada analisis terhadap agama yang bersifat fenomenal dan tentu saja seluruh pandangan ini sangat problematik jika dihadapkan pada agama yang berisafat ideal.

Agama ideal adalah agama yang hukum-hukum yang di turunkan darinya dapat dianalisis dalam sebuah sistem berfikir yang rasional. Kebanyakan para penolak agama atau bahkan para penganut agama malah melupakan agama ideal ini dan terjebak dalam penggambaran yang salah terhadap esensi agama.

Secara epistemologi pengertian agama adalah aturan yang diperuntutkan oleh manusia dan tentulah harus ada sebuah mekanisme yang menjamin keterjagaan aturan-aturan atau hukum-hukum ini dari reduksi dan distorsi.

Dalam Islam, mekanisme pembentukan hukum-hukum agama ini direalisasikan misi profetik (kenabian). Inilah batasan yang membedakan antara keberimanan dan keberagamaan. Siapa saja yang meyakini ketuhanan pastilah memiliki iman yang sama. Siapa saja yang memiliki keyakinan terhadap sebuah misi profetik yang sama dapat dipastikan berada dalam satu agama. Oleh karena itu, siapa saja yang meyakini kenabian Muhammad saw, berarti berada dalam naungan wilayah islam.

Pemaknaan misi profetik Rasulullah SAW ini menimbulkan perbedaan dalam menafsirkan mekanisme keberislaman. Inilah yang kita sebut dengan mazhab. Itulah kenapa, sekalipun islam dalam hal ini memiliki banyak varian mazhab, namun hakikat, asal dan jiwanya adalah satu.
Banyak itu relatif, satu itu mutlak. Banyak itu menyusul, satu itu memulai. Banyak itu akibat. Satu itu sebab. Banyak itu kompleks, satu itu simpleks. Banyak itu predikatif, satu itu subtansif. Banyak itu bermula, satu itu tak bermula. Banyak itu terpecah, satu itu solid. Banyak itu berakhir, Satu itu abadi. Banyak itu profane, Satu itu sakral, Banyak itu immanen, Satu itu transenden. Banyak itu kita, Satu itu Dia. Banyak itu dependen, Satu itu independen. Banyak itu saintifik, Satu itu teosofik. Banyak itu kompetisi, Satu itu Supremasi. Banyak itu mazhab, satu itu Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar