Selasa, 13 Desember 2016

Pentingnya Epistimologi bagi Kehidupan



Dalam ilmu filsafat, epistemologi dikatakan sebagai ilmu yang menyelidiki asal mula, susunan, metode-metode dan sahnya pengetahuan (Buku Unsur-Unsur Filsafat, Louis Kattsoff). Secara etimologikal, epistemologi merupakan kata gabungan yang diangkat dari dua kata dalam bahasa Yunani: episteme dan logos. Episteme artinya pengetahuan; logos lazim dipakai untuk menunjukkan adanya pengetahuan sistemik. Epistemologi diartikan sebagai kajian sistematik mengenai pengetahuan. (Epistemologi Dasar, AM.W Pranarka, 1987).


Dari epistemology inilah dapat dilihat dasar seseorang mendapatkan ilmunya secara yakin, yaitu: Panca indera, akal sehat dan agama.
Ilmu yang didapat dari panca indera yang satu tidak dapat digantikan oleh panca indera yang lain. Keyakinan yang diperoleh secara hakiki dari suatu panca indera tidak dapat digantikan oleh panca indera yang lain. Misalnya warna merah yang ditangkap oleh mata, tidak dapat dicium oleh telinga. Atau bila didekatkan benda-benda merah kepada orang buta tentu ia tidak dapat membedakannya dan merasakannya secara tepat, misalnya cabai merah, karpet merah, buku merah, mobil merah, hp merah dst. Nuansa merah, hakikat warna merah hanya dicerna oleh satu panca indera, yaitu mata.


Ilmu yang didapat oleh aqal sehat dapat dikatakan lebih tinggi daripada apa yang dicapai oleh panca indera. Dengan aqal sehatlah seseorang dapat mempercayai adanya Amerika atau negara lainnya, walaupun ia tidak pernah mengunjunginya. Dengan akal manusia mengenal dan mengambil manfaat dari alam semesta ini.


Dan hakikat ilmu yang dicapai oleh agama itu melebihi hakikat ilmu yang dicapai oleh panca indera dan aqal sehat, karena dengan ilmu agama, manusia memahami suatu alam setelah mati. Bahkan para ahli filsafat pun berpendapat lebih baik mempercayai ilmu yang berdasarkan agama ini. Karena mereka memahami bahwa ilmu yang diperoleh oleh aqal akan menghasilkan 3 hal, yaitu sesuatu yang pasti, sesuatu yang tidak mungkin dan sesuatu yang mungkin. Keyakinan kehidupan setelah kematian adalah Sesutu yang mungkin. Artinya kalau kehidupan setelah kematian itu tidak ada dan mereka mempercayai agama, mereka tidak akan rugi sedikitpun. Namun sebaliknya bila kehidupan setelah kematian itu ada dan mereka tidak beriman, maka mereka akan rugi.


Dasar ilmu agama inilah yang akan membedakan sudut pandang seseorang terhadap segala sesuatu. Contohnya: bila ada seorang pedagang yang menawarkan satu liter susu seharga Rp 20.000 dan 1 liter bir gratis, dalam kondisi kehausan apa yang akan dilakukan oleh si pembeli? Jawabannya bisa saja:
A. Si pembeli memilih bir karena gratis dibandingkan mengambil susu yang harus membayar.
B. Si pembeli memilih bir, kemudian berusaha menjualnya, setelah dapat uang baru membeli susu.
C. Si pembeli tetap membeli susu, karena itu adalah halal menurut keyakinannya.
Dari sini terlihat perbedaan tindakan seseorang yang memahami konsekuensi tindakan kini terhadap kehidupan setelah kematian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar