Rabu, 28 Desember 2016

Asal Usul dan Sejarah Debus

 

Asal Usul dan Sejarah Debus
Debus adalah sebuah kesenian bela diri asli dari Banten. Kesenian ini tercipta pada masa Pemerintahan Sultan Maulana Hasanudin (1532-1570 di abad ke-16 . kesenian debus biasanya mempertunjukan kekuatan atau kemampuan manusia yang luar biasa, diantaranya ilmu ke kebalan yang tahan dari hantaman senjata tajam, hempasan api, minum air keras, memasukan benda kedalam kelapa utuh, menggoreng telur di kepala, berjalan diatas beling, menaiki tangga golok danlain sebagainya .
 
Ditinjau dari bentuk permainannya, debus dapat digolongkan salah satu pertunjukan (upacara) syaman, tetapi ditilik dari isi dan pelaksanaannya bertahan erat dengan keagamaan (Islam). Tidak mustahil memang telah terjadi perpaduan diantara berbagai unsur budaya tersebut. Ini mungkin juga merupakan jalan untuk menjawab pertanyaan sejak kapan permainan debus ada di Indonesia ?  Bila jalan ini benar maka unsur-unsur permainan debus sudah ada sejak masa prasejarah, sedangkan bentuk seperti kita dapati sekarang ini berasal dari masa awal perkembangan Islam di Indonesia.
 
Yang menonjol dalam permainan ini adalah pertunjukan kekebalan orang terhadap berbagai senjata tajam. Permainannya merupakan permainan kelompok. Di kerajaan Banten dahulu, yang terkenal sebagai penyebarluas agama dan budaya Islam, pertunjukan kekebalan yang sangat digemari dan dibanggakan oleh masyarakat Banten ini dimanfaatkan sebagai sarana untuk penyiaran agama Islam, seperti halnya dilakukan oleh para Wah. Pada masa perlawanan terhadap penjajahan Belanda kesenian ini digiatkan sebagai penegak disiplin dan memupuk keberanian rakyat.
Unsur-unsur Permainan Debus
1.      Pemain, terdiri atas syeh atau pemimpin permainan debus, para pezikir, pemain dan penabuh.
2.      Peralatan permainan terdiri atas debus dengan gada nya, golok, pisau, bola lampu, kelapa, alat penggoreng dan lain-lain.
3.      Alat musik untuk pingiring permainan debus terdiri atas: gendang besar, gendang kecil, rebana dan kecrek.
 
Seorang pemain debus harus kuat, tabah dan yakin kepada diri sendiri. Mereka harus taat menjalankan kewajiban-kewajiban agama Islam, tahan lapar, tahan tidak tidur, tahan tidak bergaul dengan isteri selama waktu yang ditentukan dan lain-lain persyaratan yang untuk orang kebanyakan dirasakan berat.
 
Seperti halnya seni tradisional yang lain, debus pun semakin sedikit penggunaannya, apalagi mereka yang tertarik untuk jadi pemain guna pelestariannya. Alangkah sayangnya kalau kepandaian yang langka ini punah. Ya, masih untunglah sekarang masih ada beberapa perkumpulan yang bertahan, bahkan dapat main digelanggang yang lebih luas seperti di tempat-tempat wisata dan bahkan di luar negeri.
 
Kesenian ini sungguh mencekam, bahkan mengerikan tetapi juga menarik perhatian, apalagi para turis asing yang umumnya tidak percaya akan hal-hal di luar nalar (irrasional). Layaknya bila kita ikut memikirkan upaya pelestariannya dengan membina latihannya, organisasinya dan ikut mengusahakan "pemasaran" pementasannya. Kerjasama sebaik-baiknya antara masyarakat setempat dengan pihak Pemda, Depdikbud dan Dep. Parpostel kiranya dapat memecahkan persoalan ini. Semoga saja kesenian debus ini tidak punah dan tetap dilestarikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar