ARTIKEL
TENTANG PENGEMBANGAN KURIKULUM 2013
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata
Kuliah Kurikulum Pembelajaran
Dosen Pengampu: Reksa Adya Pribadi,M.Pd
Disusun Oleh:
Siti Fathiroh
2227150087
III C
JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH
DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2016
PEMENGEMBANGAN KURIKULUM 2013
Sebelum membicarakan kurikulum, terlebih
dahulu kita perlu memahami apa yang dimaksud dengan kurikulum. Setiap orang,
kelompok masyarakat, atau bahkan ahli pendidikan dapat mempunyai penafsiran
yang berbeda tentang pengertian kurikulum. Berdasarkan studi yang dilakukan
oleh banyak ahli, dapat disimpulkan bahwa pengertian kurikulum dapat ditinjau
dari dua sisi yang berbeda, yakni menurut pandangan lama dan pandangan baru.
Pandangan lama, atau juga sering disebut
pandangan tradisional, merumuskan bahwa kurikulum adalah sejumlah mata
pelajaran yang harus ditempuh murid untuk memperoleh ijazah.
Pengertian tadi mempunyai implikasi sebagai
berikut:
1.
Kurikulum terdiri atas sejumlah pata pelajaran sendiri
dan hakikatnya adalah pengalaman nenek moyang dimasa lampau. Berbagai
pengalaman tersebut dipilih, dianalisis, serta disusun secara sistematis dan
logis, sehingga muncul mata pelajaran seperti sejarah, ilmu bumi, ilmu hayat,
dan sebagainya.
2.
Mata pelajaran adalah sejumlah informasi atau
pengetahuan, sehingga penyampaian mata pelajaran pada siswa akan membentuk
mereka menjadi manusia yang mempunyai kecerdasan berfikir.
3.
Mata pelajaran menggambarkan kebudayaan masa lampau.
Adapun pengajaran berarti penyampaian kebudayaan kepada generasi muda.
4.
Tujuan mempelajari mata pelajaran adalah untuk memperoleh
ijazah. Ijazah diposisikan sebagai tujuan, sehingga menguasai mata pelajaran
berarti telah mencapai tujuan belajar.
5.
Adanya aspek keharusan bagi setiap siswa untuk
mempelajari mata pelajaran yang sama. Akibatnya, faktor minat dan kebutuhan
siswa tidak dipertimbangkan dalam penyusunan kurikulum.
6.
Sistem penyampain yang digunakan oleh guru adalah
penuangan (imposisi). Akibatnya dalam kegiatan belajar gurulah yang lebih
banyak bersikap aktif, sedangkan siswa hanya bersifat pasif belaka.
Sebagai
perbandingan, ada baiknya kita kutip pula pendapatan lain, seperti yang
dikemukakan oleh Romine(1954). Pandangan ini dapat digolongkan sebagai pendapat
yang baru (modern), yang dirumuskan sebagai berikut:
“Curiculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities,
dan experiences which pupils have under direction of the school, whether in the
classroom or not”.
Implikasi perumusan diatas adalah sebagai berikut:
1. Tafsiran tentang kurikulum bersifat luas,
karena kurikulum bukan hanya terdiri atas mata pelajaran (courses), tetapi
meliputi semua kegiatan dan pengalaman yang menjadi tanggung jawab sekolah.
2. Sesuai dengan pandangan ini, berbagai kegiatan
diluar kelas (yang dikenal dengan ekstrakulikuler) sudah tercakup dalam
pengertian kurikulum. Oleh karena itu, tidak ada pemisahan antara intra dan
ekstrakurikulum. Begitu pila halnya dengan college preparatory curriculum,
vocational curriculum, dan general curriculum, semuanya sudah tercakup
dalam pengertian kurikulum seperti yang dikemukakan tadi.
3. Pelaksanaan kurikulum tidak hanya dibatasi
pada keempat dinding kelas saja, melainkan dilaksanakan baik didalam maupun
diluar, sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
4. Sistem penyampaian yang dipergunakan oleh guru
disesuaikan dengan kegiatan atau pengalaman yang akan disampaikan. Oleh karena
itu, guru harus mengadakan berbagai kegiatan belajar –mengajar yang bervariasi,
sesuai dengan kondisi siswa.
5. Tujuan pendidikan bukanlah untuk menyampaikan
mata pelajaran(courses) atau bidang pengetahuan yang tersusun (subject),
melainkan pembentukan pribadi anak dan belajar cara hidup didalam masyarakat.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan yang membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk itu, nasional bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003)
Secara makro pendidikan nasional bertujuan
membentuk organisasi pendidikan bersifat otonom sehingga mampu melakukan
inovasi dalam pendidikan untuk menuju suatu lembaga yang beretika, selalu
menggunakan nalar, berkemampuan komunikasi sosial yang positif dan memiliki
sumber daya manusia yang sehat dan tangguh.
Secara mikro pendidikan nasional bertujuan
membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
beretika (beradab, dan berwawasan budaya bangsa Indonesia ), memiliki nalar
(maju, cakap, cerdas, kreatif, inovatif dan bertanggung jawab ), berkemampuan
komunikasi), dan berbadan sehat sehingga menjadi manusia mandiri.
Acuan diatas menjadikan sosok manusia
Indonesia lulusan dari berbagai jenjang pendidikan formal seharusnya memiliki
ciri atau profil sebagai berikut:
1. Pendidkan Dasar
a. Tumbuh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa;
b. Tumbuh sikap beretika (sopan, santun dan
beradab);
c. Tumbuh penalaran yang baik (mau belajar, ingin
tahu, senang membaca, memiliki inovasi, berinisiatif dan bertanggung jawab);
d. Tumbuh kemampuan komunikasi atau sosial
(tertib, sadar aturan, dapat bekerja sama dengan teman, dapat berkompetisi);
dan
e. Tumbuh kesadaran untuk menjaga kesehatan
badan.
2. Pendidikan
Menengah Umum
a. Memiiki keimanan dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa mulai mapan;
b. Memiliki etika (sopan santum dan beradab);
c. Memiliki penalaran yang baik (dalam kajian
materi kurikulum, kreatif, inisiatif, serta memiliki tanggung jawab penalaran
sebagai penekanannya;
d. Kemampuan berkomunikasi atau sosial (tertib,
sadar aturan dan perundang-undangan, dapat bekerja sama, mampu bersaing,
toleransi, menghargai hak orang lain, dapat berkompromi); dan
e. Dapat mengurus dirinya dengan baik.
3. Pendidikan
Menengah Kejuruan
a. Memiliki keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa mulai mapan;
b. Memiliki etika(sopan santun dan beradab);
c. Memiliki penalaran yang baik(untuk mengerjakan
keterampilan khusus, inovatif dalam arah tertentu, kreatif dibidangnya serta
bertanggung jawab terhadap karyanya) dan keterampilan dalam penekanannya;
d. Memiliki kemampuan berkomunikasi atau sosial
(tertib, sadar aturan dan hukum, dapat bekerja sama, mampu bersaing ,
toleransi, menghargai hak orang lain, dapat berkompromi)
e. Memiliki kemampuan berkompetisi secara sehat;
dan
f. Dapat mengurus dirinya dengan baik.
4. Pendidikan
Tinggi
a.
Beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa ;
b.
Memiliki etika (sopan santun dan beradab);
c.
Memiliki penalaran yang baik terutama dibidang
keahliannya (berwawasan kedepan dan luas, mampu melakukan analisa, berani mengemukakan
pendapat, berani mengakui kesalahan, beda pendapat dan mengambil keputusan
mandiri);
d.
Kemampuan komunikasi atau sosial (tertib, sadar
perundang-undangan, toleransi, menghargai hak orang lain, dapat berkompromi);
e.
Memiliki kemampuan berkompetisi secara sehat; dan
f.
Dapat mengurus dirinya dengan baik.
Jika yang diuraikan di atas dapat diimplementasikan
melalui kurikulum2013, maka bangsa Indonesia kedepan akan menjadi bangsa dan
negara yang bermartabat, yang dapat mensejajarkan diri dengan bangsa –bangsa
lain dalam tatanan global. Untuk kepentingan tersebut, pemerintah telah
melakukan berbagai standarsiasi dan profesionalisasi prndidikan, seperti yang
dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (SNP), yang telah disempurnakan dalam Peraturan Pemerintah No 32
Tahun 2013. Standar Nasional Pendidikan (SNP) meliputi delapan standar, yaitu:
1. Standar kompetensi lulusan'
2. Standar isi
3. Standar proses
4. Standar pendidik dan tenaga kependidikan
5. Standar sarana dan prasarana
6. Standar pengelolaan,
7. Standar pembiayaan,dan
8. Standar penilaian pendidikan
Kurikulum 2013 menjanjikan lahirnya generasi penerus
bangsa yang produktif, kreatif, dan berkarakter. Dengan kreativitas, anak-anak
bangsa mampu berinovasi secara produktif untuk menjawab tantangan masa depan
yang semakin rumit dan kompleks. Meskipun demikian, keberhasilan Kurikulum 2013
dalam menghasilkan insan yang produktif, kreatif, dan inovatif, serta dalam
merealisasikan tujuan pendidikan nasional untuk membentuk watak dan peradaban
bangsa yang bermartabat sangat ditentukan oleh berbagai faktor (kunci sukses).
Kunci sukses tersebut antara lain berkaitan dengan kepemimpinan kepala sekolah,
kreatifitas guru, aktivitas peserta didik, sosialisasi, fasilitas dan sumber
belajar, lingkungan yang kondusif akademik, dan partisipasi warga sekolah.
Dalam suatu sistem pendidikan, kurikulum itu sifatnya dinamis serta harus
selalu dilakukan perubahan dan pengembangan, agar dapat mengikuti perkembangan
dan tantangan zaman. Meskupun demikian, perubahan dan pengembangannya harus
dilakukan secara sistematis dan terarah, tidak asal berubah. Perubahan dan
pengembangan kurikulum tersebut harus memiliki visi dan arah yang jelas, mau di
bawa kemana sistem pendidikan nasional dengan kurikulum tersebut. Sehubungan
dengan itu, sejak wacana perubahan dan pengembangan kurikulum 2013 digulirkan,
telah muncul wacana berbagai tanggapan dari berbagai kalangan, baik yang pro
maupun kontra.
Menghadapi berbagai tanggapan tersebut, terutama”nada mirirng” dari yang
kontra terhadap perubahan kurikulum; Mentri Pendidikan dan Kebudayaan dalam berbagai
kesempatan menegaskan perlunya perubahan dan pengembangan Kurikulum 2013.
Mendikbud mengungkapkan bahwa perubahan dan pengembangan kurikulum merupakan
persoalan yang sangat penting, karena kurikulum harus senantiasa disesuaikan
dengan tuntutan zaman. Perlunya perubahan dan pengembangan Kurikulum 2013
didorong oleh beberapa hasil studi internasional tentang kemampuan peserta
didik Indonesia dalam kancah internasional. Hasil survei “Trends in
International Math and Science” tahun 2007, yang dilakukan oleh Global
Institute, menunjukkan hanya lima persen peserta didik Indonesia yang mampu
mengerjakan soal penalaran berkategori tinggi; padahal peserta didik Korea
dapat mencapai 71 persen. Sebaliknya, 78 persen peserta didik Indonesia dapat
mengerjakan soal hapalan berkategori rendah, sementara siswa Korea 10 persen.
Data lain diungkapkan oleh Programme for Internasional Student Assesment (PISA),
hasil studinya tahun 2009 menempatkan Indonesia pada peringkat bawah 10
besar,dari 65 negara peserta PISA. Hampir semua peserta didik Indonesia
ternyata cuma menguasai pelajaran sampai level tiga saja, sementara banyak
peserta didik negara lain dapat menguasai pelajaran sampai level empat, lima,
bahkan enam. Hasil dari kedua survei tersebut merujuk pada suatu simpulan
bahwa: prestasi peserta didik Indonesia tertinggi dan terbelakang. Dalam
kerangak inilah perlunya perubahan dan pengembangan kurikulum, yang dimulai
dengan penataan terhadap empat elemen standar nasional, yaitu standar
kompetensi kelulusan (SKL), stadar isi, standar proses, dan standar penilaian.
Dalam pada itu dilakukan penataan terhadap empat mata pelajaran, yakni: agama,
PPKN, matematika, dan bahasa Indonesia.
Perlunya perubahan kurikulum juga adanya beberapa
kelemahan yang ditemukan dalam KTSP 2006 sebagai berikut:
1.
Isi dan pesan-pesan kurikulum terlalu padat, yang
ditunjukan denga banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan
kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak.
2.
Kurikulum belum mengembangkan kompetensi secara utuh sesuai
dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional.
3.
Kompetensi yang dikembangkan lebih didominasi oleh aspek
pengetahuan, belum sepenuhnya menggambarkan pribadi peserta didik(pengetahuan,
keterampilan, dan sikap).
4.
Berbagai kompetensi yang diperlukan sesuai dengan
perkembangan masyarakat, seperti pendidikan karakter, kesadaran lingkungan,
pendekatan dan metode pembelajaran konstruktifistik, keseimbangan soft skills
and hard skiils, serta jiwa kewirausahan, belum terakomodasi di dalam
kurikulum.
5.
Kurikulum belum peka dan tanggap terhadap berbagai
perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global.
6.
Standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan
pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam
dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru.
7.
Penilaian belum menggunakan standar penilaian berbasis
kompetensi, serta belum tegas memberikan layanan remediasi dan pengayaan secara
berkala.
Pengembangan kurikulum 2013 dilandasi secara filosofi,
yuridis, dan konseptual sebagai berikut:
1. Landasan filosofi
a. Filosofis Pancasila yang memberikan berbagai
prinsip dasar dalam pembangunan pendidikan
b. Filosofi pendidikan yang berbasis pada
nilai-nilai luhur, nilai akademik, kebutuhan peserta didik, dan masyarakat
2. Landasan Yuridis
a. RPJMM 2010-2014 Sektor Pendidikan, tentang
Perubahan Metodologi Pembelajaran dan Penataan Kurikulum
b. PP No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional
Pendidikan
c. INPRES Nomor 1 Tahun 2010, tentang Percepatan
Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional, penyempurnaan kurikulum dan metode
pembelajaran aktif berdasarkan nilai-nilai budaya bangsa untuk membentuk daya
saing dan karakter bangsa.
3. Landasan Konseptual
a. Relevansi pendidikan (link and match)
b. Kurikulum berbasis kompetensi, dan karakter
c. Pembelajaran konteksual (contextual teaching
dan learning)
d. Pembelajaran aktif (student active learning)
e. Penilaian yang valid, utuh, dan menyeluruh
Pengembangan kurikulum 2013 seperti mengembangkan kurikulum pada umumnya
terdiri pada beberapa tingkat, yaitu pengembangan kurikulum tingkat nasional,
pengembangan kurikulum tingkat wilayah, dan pengembangan kurikulum tingkat
satuan pendidikan, pengembangan silabus, dan pengembangan program pembelajran.
Dalam rangka pengembangan Kurikulum 2013, pada tingkat
nasional dilakukan penataan terhadap Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar
Isi, Standar Proses, dan Standar Penilaian, yang dituangkan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013.
Pengembangan kurikulum tingkat wilayah, bermuara pada
wilayah tingkat 1 (propinsi). Pengembangan kurikulum tingkat wilayah berkaitan
dengan pengembangan kompetensi dan silabus untuk berbagai mata pelajaran
kurikulum nasional. Pengembangan kurilukum untuk kelompok wilayah ini dilakukan
oleh Tim Pengembangan Kurikulum Tingkat Wilayah dibawah koordinasi dinas
pendidikan propinsi. Termasuk dalam kurikulum tingkat wilayah ini adalah muatan
lokal dan bahasa daerah.
Implementasi Kurikulum 2013 diharapkan dapat menghasilkan
insan yang produktif, kreatif, dan inovatif. Hal ini memungkinkan, karena
Kurikulum ini berbasis karakter dan kompetensi, yang secara konseptual memiliki
beberapa keunggulan. Pertama, kurikulum 2013 menggunakan pendekatan secara
alamiah(konseptual), karena berangkat,berfokus, dan bermuara pada hakekat
peserta didik untuk mengembangkan berbagai kompetensi sesuai dengan potensinya
masing-masing. Dalamdal ini peserta didik merupakan subjek belajar, dan proses
belajar berlangsung secara alamiah dalam bentuk bekerja dan mengalami berdasarkan
kompetensi tertentu, bukan transfer pengetahuan(transfer of knowledge).
Kedua, kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan
kompetensi boleh jadi mendasari pengembangan kemampuan-kemampuan lain.
Penguasaan ilmu pengetahuan, dan keahlian tertentu dalam suatu pekerjaan,
kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, serta pengembangan
aspek-aspek kepribadian dapat dilakukan secara optimal berdasarkan standar
kompetensi tertentu.
Ketiga, ada bidang-bidang studi atau mata pelajaran
tertentu yang dalam pengembangannya lebih tepat menggunakan pendekatan
kompetensi, terutama yang berkaitan dengan keterampilan.
Keberhasilan implementasi Kurikulum 2013 juga dapat
dilihat dari indikator-indikator perubahan sebagai berikut:
1.
Adanya lulusan
yang berkualitas, produktif, kreatif, dan mandiri.
2.
Adanya peningkatan mutu pembelajaran.
3.
Adanya peningkatan efesiensi dan efektivitas pengelolaan
dan pendayagunaan sumber belajar.
4.
Adanya peningkatan perhatian serta partisipasi masyarakat.
5.
Adanya peningkatan tanggung jawab sekolah.
6.
Tumbuhnya sikap, keterampilan, dan pengetahuan secara
utuh dikalangan peserta didik.
7.
Terwujudnya pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan (PAKEM).
8.
Terciptanya iklim yang aman, nyaman dan tertib, sehingga
pembelajaran dapat berlangsung dengan tenang dan menyenangkan (joyfull
learning).
9.
Adanya proses evaluasi dan perbaikan secara
berkelanjutan(continuous quality improvement).
Dalam implementasi kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan kompetensi;
pendidikan karakter bukan hanya tanggung jawab sekolah semata, tetapi merupakan
tanggung jawab semua pihak: orang tua, pemerintah, dan masyarakat. Oleh karena
itu, pengembangan rencana, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran dimulai dari
analisis karakter dan kompetensi yang akan dibentuk, atau yang diharapkan,
muncul setelah pembelajran. Bedanya dengan kurikulum lain, Kurikulum 2013 lebih
fokus dan berangkat dari karakter serta kompetensi yang akan dibentuk, baru
memikirkan untuk mengembangkan tujuan yang akan dicapai. Semua komponen lebih
diarahkan pada pembentukan karakter dan kompetensi peserta didik yang
diharapkan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang; baik dengan real curriculum,
maupun dalam hidden curriculum. Dalam hal ini, semakin banyak pihak yang
terlibat dalam pembentukan karakter dan kompetensi, akan semakin efektif hasil
yang diperoleh. Oleh karena itu, untuk mengefektifkan program pendidikan
karakter dan meningkatkan kompetensi dalam kurikulum 2013 diperlukan
koordinasi, komunikasi dan jalinan kerja sama antara sekolah, orang tua,
masyarakat, dan pemerintah; baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun
evaluasi dan pengawasannya.
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Oemar.
(2013). Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Mulyasa, E.
(2014). Pengembagan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar