HUBUNGAN ATAU KORELASI ANTARA FILSAFAT DENGAN PENDIDIKAN
Jika ditelaah
lebih jauh, filsafat dan pendidikan adalah dua hal yang tidak terpisahkan, baik
dilihat dari proses, jalan, serta tujuannya. Hal ini sangat terpahami karena
pendidikan pada hakikatnya merupakan hasil spekulasi filsafat, terutama sekali
filsafat nilai, yaitu terkait dengan ketidakmampuan manusia di dalam
menghindari fitrahnya sebagai diri yang selalu mendamba makna-kesamaan di dalam
proses, ruang etika, dan ruang pragmatis.
Di satu sisi, manusia selalu
menjadi satu-satunya primate yang selalu menyerukan kebaikan, cinta, dan
kebenaran. Namun, bersamaan dengan itu, manusia pula satu-satunya makhluk yang
dapat membunuh diri dan sesamanya dengan begitu tanpa alasan sama sekali,
selain hanya sebuah kesenangan.
Dalam ruang inilah pendidikan
bagi hidup manusia menjadi sesuatu hal yang penting untuk membawanya pada hidup
yang bermakna. Dengan pendidikan, manusia akan mampu menjalani hidupnya dengan
baik dan benar. Dengan demikian, ia bias tertawa, menangis, bicara, dan diam
mengambil ukuran-ukuran yang tepat. Ini sangat berbeda dengan banyak diri yang
tidak terdidik. Hubungan ini menurut pakar merupakan ilmu yang paling tertua
dibandingkan dengan ilmu pengetahuan lainnya. Oleh karena itu, mereka menyebut
bahwa filsafat adalah induk semua ilmu-ilmu pengetahuan di muka bumi ini.
Sementara, filsafat mengakui
bahwa menurut substansinya yang ada itu tunggal, dan berada di tingkat abstrak,
bersifat mutlak, serta tidak mengalami perubahan. Sedangkan, menurut
eksistensinya, yang ada itu plural, berada di tingkat konkret, bersifat
relative, dan mengalami perubahan terus-menerus.
Jadi, segala sesuatu yang ada di
dunia pengalaman itu bersal mula dari satu substansi. Persoalan yang muncul
adalah bagaimana menyikapi segala pluralitas ini agar tidak terjadi benturan
antara satu dan lainnya? Misalnya, pluralitas jenis, sifat, dan bentuk manusia,
binatang, tumbuhan, dan badan-badan benda berasal dari satu substansi. Apakah
yang seharusnya dilakukan agar antara manusia satu dan lainnya tidak saling
berbenturan kepentingan sehingga dapat mengancam keteraturan social dan
ketertiban dunia?
Jawaban terhadap persoalan di
atas adalah manusia harus bersikap dan berperilaku adil terhadap diri sendiri,
masyarakat, dan terhadap alam. Agar dapat berbuat demikian, manusia harus
berusaha mendapatkan pengetahuan yang benar mengenai keberadaan segala sesuatu
yang ada ini, dari mana asalnya, bagaimana keberadaannya, dan apakah yang menjadi
tujuan akhir keberadaan tersebut. Untuk itu, manusia harus mendidik diri dan
sesamanya secara terus-menerus.
Bertolak dari pemikiran filsafat
tersebutlah pendidikan muncul dan memulai sesuatu. Manusia mulai mencoba
mendidika diri dan sesamanya dengan sasaran menumbuhkan kesadaran terhadap
eksistensi kehidupan ini. Dalam hal ini, kegiatan pendidikan ditekankan pada
materi yang berisi pengetahuan umum berupa wawasan asal mula, eksistensi, dan
tujuan kehidupan. Kesadaran terhadap asal mula dan tujuan kehidupan menjadi
landasan bagi perilaku sehari-hari sehingga semua kegiatan eksistensi kehidupan
ini selalu bergerak teratur menuju satu titik tujuan akhir.
Tanpa filsafat, pendidikan
tidak dapat berbuat apa-apa dan tidak tahu apakah yang harus dikerjakan. Sebaliknya,
tanpa pendidikan, filsafat tetap berada di dalam dunia utopianya. Oleh karena
itulah, seorang guru harus memahami dan mendalami filsafat, khususnya filsafat
pendidikan. Malalui filsafat pendidikan, guru memahami hakikat pendidikan dan
pendidikan dapat dikembangkan melalui falsafah ontology, epistimologi, dan
aksiologi.
Pengertian filosof pendidikan
dan bagaimana penerapannya serta apa dampak dari pendidikan harus diketahui
oleh guru karena pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan bagi setiap
manusia, termasuk guru di dalamnya. Jadi, seorang guru harus mempelajari
filsafat pendidikan karena dengan memahami dan memaknai filsafat itu, akan
dapat memberikan wawasan dan pemikiran yang luas terhadap makna pendidikan.
Filsafat pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan filsafat
lainnya, misalnya filsafat hukum, filsafat agama, filsafat kebudayaan, dan
filsafat lainnya.
Dalam pengertian tersebut,
filsafat tidak lain bertujuan memvbawa manusia mengalami hidup yang dimilikinya
dengan pandangan, pengalaman, pengetahuan, serta penghayatan yang baik dan
benar. Dengan pemahaman tersebut, manusia mampu menyadari hidup yang
dimilikinya dengan benar tanpa adanya.
Pengetahuan dimulai dengan rasa
ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu, sedangkan filsafat dimulai
dengan kedua-duanya. Oleh karena itu, dalam filsafat, jauh sebelum
persoalan-persoalan mesti dicari jawabannya, filsafat selalu terlebih dahulu
mempertahankan sejauh mana relebansi persoalan-persoalan tersebut. Adakah ia
sungguh-sunggu memang sebuah problem atau justru hanya diproblematikakan saja?
Di sini, filsafat membahas
sesuat dari segala aspeknya yang mendalam. Maka, dikatakan kebenaran filsafat
adalah kebenaan menyeluruh yang sering dipertentangkan dengan kebenaran ilmu
yang sifatnya relative karena kebenaran ilmu yang ditinjau dari segi yang dapat
diamati oleh manusia saja. Sesungguhnya, isi alam yang dapat diamati hanya
sebagian kecil saja, diibaratkan mengamati gunung es, hanya mampu melihat ang
di atas permukaan laut saja. Sementara, filsafat mencoba menyelami sampai ke
dasar gunung e situ untuk meraba segala sesuatu yang ada melalui pikiran dan
renungan yang kritis.
Sedangkan, pendidikan merupakan
salah satu bidang ilmu, sama halnya dengan ilmu-ilmu lain. Pendidikan lahir
dari induknya, yaitu filsafat. Sejalan dengan proses perkembangan ilmu, ilmu
pendidikan juga lepas secara perlahan-lahan dari induknya. Pada awalnya,
pendidikan berada bersama dengan filsafat sebab filsafat tidak pernah bias
mebebaskan diri dengan pembentukan manusia. Filsafat diciptakan oleh manusia
untuk kepentingan memahami kedudukan manusia, pengembangan manusia, dan
peningkatan hidup manusia.
Pendidikan adalah segala usaha
orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan
jasmani dan ruhani kea rah kedewasaan. Secara garis besar, pengertian
pendidikan dapat dibagi menjadi tiga. Pertama, pendidikan; kedua, teori umum
pendidikan; dan ketiga, ilmu pendidikan.
Dalam pengertian pertama,
pendidikan pada umumnya mendidik yang dilakukan oleh masyarakat umum.
Pendidikan seperti ini sudah ada sejak manusia ada di muka bumi ini. Pada zaman
purba, kebanyakan manusia memerlukan anak-anaknya secara insting atau naluri,
suatu sifat pembawaan, demi kelangsungan hidup keturunannya. Tindakan yang
termasuk insting manusia antara lain sikap melindungi anak, rasa cinta terhadap
anak, bayi menangis, kemampuan menyusu air susu ibu, dan merasakan kehangatan
dekapan ibu.
Pekerjaan mendidik mencakup
banyak hal, yaitu segala sesuatu yang bertalian dengan perkembangan manusia.
Mulai dari perkembangan fisik, kesehatan, keterampilan, pikiran, perasaan,
kemauan, social, sampai kepada perkembangan iman. Kegiatan mendidik bermaksud
membuat manusia menjadi sempurna, membuat manusia meningkatkan hidupnya dari
kehidupan alamiah menjadi berbudaya. Kegiatan mendidik adalah membudayakan
manusia. Dalam pengertian kedua, pendidikan dalam teori umum, menurut John
Dewey, “The general theory og education dan Philosophy is the general theory
of education.” Dia tidak membedakan filsafat pendidikan dengan teori
pendidikan atau filsafat pendidikan sama dengan teori pendidikan. Sebab itu, ia
mengatakan pendidikan adalah teori umum pendidikan.
Konsep di atas bersumber dari
filsafat pragmatis atau filsafat pendidikan progresif. Inti filsafat pragmatis
yang berguna bagi manusia itulah yang benar, sedangkan inti filsafat pendidikan
progresif mencari terus-menerus sesuatu yang paling berguna hidup dan kehidupan
manusia. Dalam pengertian ketiga, ilmu pendidikan dibentuk oleh sejumlah cabang
ilmu yang terkait satu dengan yang lain membentuk suatu kesatuan. Masing-masing
cabang ilmu pendidikan dibentuk oleh sejumlah teori.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar