1.A. LATAR BELAKANG
Ketika seseorang mendengar kata “filsafat”, seringkali yang terbayang
adalah sesuatu yang aneh, angker, absurd, atau membingungkan. Filsafat
seringkali dikaitkan dengan model-model pemikiran yang rumit, penuh
digenangi dengan istilah-istilah yang khas, bersifat abstrak, sehingga
sulit dipahami. Ada anggapan bahwa pemikiran filsafat berada di langit
yang menjulang tinggi, seperti juga sekelompok orang yang berada di
menara gading. Ya. Filsafat kadang-kadang dilabelkan sebagai suatu
bentuk elitisme intelektual.
Anggapan-anggapan yang seperti itu bisa jadi memang bersumber dari
suatu kesalahpahaman orang terhadap filsafat itu sendiri. Filsafat oleh
para pembelanya sering disebut sebagai induk ilmu pengetahuan. Filsafat
mengklaim hendak merengkuh kedalaman realitas sehingga tuntas tak
tersisa.
Persoalan ketegangan pembentukan citra terhadap filsafat ini mungkin
memang tak akan pernah berakhir. Akan tetapi, ada satu hal yang
sebenarnya cukup menarik dan bersifat mendasar berhubungan dengan hal
ini, yakni pertanyaan mengapa kita (harus) berfilsafat? Apa kekhasan
corak berpikir filsafati sehingga ada orang-orang yang sabar dan tekun
masuk dalam model pemikiran ini? Dengan pertanyaan-pertanyaan seperti
ini, sebenarnya secara tidak langsung orang yang ditanya—dan juga diri
kita—sudah diajak berfilsafat. Berfilsafat dalam pengertian yang paling
sederhana, yakni dalam konteks ini, adalah usaha merumuskan dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan mendasar perihal sesuatu hal.
Filsafat, menurut arti kata yang sebenarnya, adalah cinta akan
kebijaksanaan, dan karena itu filsafat seharusnya lebih dilihat sebagai
pandangan hidup: bagaimana seorang manusia memandang dunianya, berpikir
dan memahami dunia dan lingkungannya, dan bagaimana ia menata hidupnya
dalam dan bersama dengan dunianya. Filsafat juga dilihat sebagai ilmu
yang membutuhkan refleksi dan pemikiran sistematis-metodis dengan secara
aktif menggunakan intelek dan rasio kita. Namun filsafat sebagai
pandangan hidup dan sebagai ilmu tidak terpisah satu sama lain,
melainkan berkaitan sangat erat, malahan saling memuat dan mencakupi
melalui karya rasional yang abstrak-spekulatif namun berpijak pada alam
kosmis yang konkret dan riil ini.
Lewat berpikir dan berefleksi, kita sebenarnya mengonfrontasikan diri
dengan lingkungan-dunia dan bagaimana kita memandang dan memahami diri
kita. Kaitan erat antara filsafat sebagai pandangan hidup dan sebagai
ilmu dapat kita lihat dalam biografi setiap filsuf dalam setiap era
berpikir manusia. Saya hanya menyebut beberapa nama yang secara
eksplisit berbicara tentang pokok ini, terutama kaitan erat antara
‘berpikir’ dengan kehidupan konkret – hidup dan estetika, kehidupan
praktis-konkret. Di sini kita bisa melihat bagaimana filsafat langsung
berhubungan dengan pembentukan sikap, kepribadian dan transendensi serta
transformasi diri manusia. Oleh sebab itu makalah ini diberi judul
“Menghalau Kemelut Hidup Dengan Filsafat.”
- B. RUMUSAN MASALAH
Adapun masalah yang dirumuskan dalam makalah ini adalah :
- Pentingnya Filsafat Bagi Kehidupan
- Hakikat Manusia
- Filsafat Manusia
- Menghalau kemelut hidup dengan filsafat
- C. TUJUAN PENULISAN
Makalah ini disusun agar kita bisa memahami bagaimana pentingnya
filsafat dalam kehidupan agar bisa menghalau kemelut hidup dan sebagai
salah satu tugas mid semester mata kuliah filsafat pendidikan.
- D. MANFAAT PENULISAN
Manfaaat dari penulisan ini adalah kita dapat menambah wawasan
tentang filsafat kehidupan sehingga bisa menghalau kemel;ut hidup yang
sering datang dalam kehidupan.
BAB II
PEMBAHASAN
- 1. Pentingnya Filsafat Bagi Kehidupan
Menurut Harold H. Titus, filsafat adalah suatu usaha memahami alam
semesta, maknanya dan nilainya. Apabila tujuan ilmu adalah kontrol, dan
tujuan seni adalah kreativitas, kesempurnaan, bentuk keindahan
komunikasi dan ekspresi, maka tujuan filsafat adalah pengertian dan
kebijaksanaan (understanding and wisdom).
Dr Oemar A. Hoesin mengatakan: Ilmu memberi kepada kita pengatahuan,
dan filsafat memberikan hikmah. Filsafat memberikan kepuasan kepada
keinginan manusia akan pengetahuan yang tersusun dengan tertib, akan
kebenaran. S. Takdir Alisyahbana menulis dalam bukunya: filsafat itu
dapat memberikan ketenangan pikiran dan kemantapan hati, sekalipun
menghadapi maut. Dalam tujuannya yang tunggal (yaitu kebenaran) itulah
letaknya kebesaran, kemuliaan, malahan kebangsawanan filsafat di antara
kerja manusia yang lain. Kebenaran dalam arti yang sedalam-dalamnya dan
seluas-luasnya baginya, itulah tujuan yang tertinggi dan satu-satunya.
Bagi manusia, berfilsafat itu bererti mengatur hidupnya
seinsaf-insafnya, senetral-netralnya dengan perasaan tanggung jawab,
yakni tanggung jawab terhadap dasar hidup yang sedalam-dalamnya, baik
Tuhan, alam, atau pun kebenaran. Radhakrishnan dalam bukunya, History of
Philosophy, menyebutkan: Tugasfilsafat bukanlah sekadar mencerminkan
semangat masa ketika kita hidup, melainkan membimbingnya maju. Fungsi
filsafat adalah kreatif, menetapkan nilai, menetapkan tujuan, menentukan
arah dan menuntun pada jalan baru. Filsafat hendaknya mengilhamkan
keyakinan kepada kita untuk menompang dunia baru, mencetak
manusia-manusia yang menjadikan penggolongan-penggolongan berdasarkan
‘nation’, ras, dan keyakinan keagamaan mengabdi kepada cita mulia
kemanusiaan.
Filsafat tidak ada artinya sama sekali apabila tidak universal, baik
dalam ruang lingkupnya maupun dalam semangatnya. Studi filsafat harus
membantu orang-orang untuk membangun keyakinan keagamaan atas dasar yang
matang secara intelektual. Filsafat dapat mendukung kepercayaan
keagamaan seseorang, asal saja kepercayaan tersebut tidak bergantung
pada konsepsi prailmiah yang usang, yang sempit dan yang dogmatis.
Urusan (concerns) utama agama ialah harmoni, pengaturan, ikatan,
pengabdian, perdamaian, kejujuran, pembebasan, dan Tuhan.
Berbeda dengan pendapat Soemadi Soerjabrata, yaitu mempelajari
filsafat adalah untuk mempertajamkan pikiran, maka H. De Vos berpendapat
bahwa filsafat tidak hanya cukup diketahui, tetapi harus dipraktekkan
dalam hidup sehari-sehari. Orang mengharapkan bahwa filsafat akan
memberikan kepadanya dasar-dasar pengetahuan, yang dibutuhkan untuk
hidup secara baik. Filsafat harus mengajar manusia, bagaimana ia harus
hidup secara baik. Filsafat harus mengajar manusia, bagaimana ia harus
hidup agar dapat menjadi manusia yang baik dan bahagia. Dari uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa tujuan filsafat adalah mencari hakikat
kebenaran sesuatu, baik dalam logika (kebenaran berpikir), etika
(berperilaku), maupun metafisik (hakikat keaslian).
- 2. Hakikat Manusia
Hakekat manusia adalah sebagai berikut :
a. Makhluk yang memiliki tenga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
b. Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial.
- yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya.
d. Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
e. Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam
usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat
dunia lebih baik untuk ditempati
- Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas
g. Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.
h. Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama
lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan
martabat kemanusaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.
Masalah manusia adalah terpenting dari semua masalah. Peradaban hari
ini didasarkan atas humanisme, martabat manusia serta pemujaan terhadap
manusia. Ada pendapat bahwa agama telah menghancurkan kepribadian
manusia serta telah memaksa mengorbankan dirinya demi tuhan. Agama telah
memamaksa ketika berhadapan dengan kehendak Tuhan maka manusia tidak
berkuasa. (Ali Syariati, Paradigma Kaum Tertindas, 2001). Bagi Iqbal ego
adalah bersifat bebas unifed dan immoratal dengan dapat diketahui
secara pasti tidak sekedar pengandaian logis. Pendapat tersebut adalah
membantah tesis yang dikemukanakn oleh Kant yang mengatakan bahwa diri
bebas dan immortal tidak ditemukan dalam pengalaman konkit namun secara
logis harus dapat dijatikan postulas bagi kepentingan moral. Hal ini
dikarenakan moral manusia tidak masuk akal bila kehidupan manusia yang
tidak bebas dan tidak kelanjutan kehidupannya setelah mati. Iqbal
memaparkan pemikiran ego terbagi menjadi tiga macam pantheisme,
empirisme dan rasionalisme. Pantheisme memandang ego manusia sebagai non
eksistensi dimana eksistensi sebenarnya adalah ego absolut. Tetapi bagi
Iqabal bahwa ego manusia adalah nyata, hal tersebut dikarenakan manusia
berfikir dan manusia bertindak membuktikan bahwa aku ada.
Empirisme memandang ego sebagai poros pengalaman-pengalaman yang
silih berganti dan sekedar penanaman yang real adalah pengalaman. Benak
manusia dalam pandangan ini adalah bagaikan pangging teater bagai
pengalaman yang silih berganti. Iqbal menolak empirisme orang yang tidak
dapat menyangkal tentang yang menyatukan pengalaman. Iqbal juga menolak
rasionalisme ego yang diperoleh memlalui penalaran dubium methodicum
(semuanya bisa diragukan kecuali aku sedang ragu-ragu karena meragukan
berarti mempertegas keberadaannya). Ego yang bebas, terpusat juga dapat
diketahui dengan menggunakan intuisi. Menurut Iqbal aktivitas ego pada
dasarnya adalah berupa aktivitas kehendak. Baginya hidup adalah kehendak
kreatif yang bertujuan yang bergearak pada satu arah. Kehendak itu
harus memiliki tujuan agar dapat makan kehendak tidak sirna. Tujuan
tersebut tidak ditetapakan oleh hukum-hukum sejarah dan takdir
dikarenakan manusia kehendak bebas dan berkreatif. (Donny Grahal Adian,
Matinya Metafisika Barat, 2001)
Hakekat manusia harus dilihat pada tahapannya nafs, keakuan, diri, ego
dimana pada tahap ini semua unsur membentuk keatuan diri yang aktual,
kekinian dan dinamik, dan aktualisasi kekinian yang dinamik yang bearada
dalam perbuatan dan amalnya. Secara subtansial dan moral manusia lebih
jelek dari pada iblis, tetapi secara konseptual manusia lebih baik
karena manusia memiliki kemampuan kreatif. Tahapan nafs hakekat manusia
ditentukan oleh amal, karya dan perbuatannya, sedangkan pada kotauhid
hakekat manusai dan fungsinya manusia sebagai ‘adb dan khalifah dan
kekasatuan aktualisasi sebagai kesatuan jasad dan ruh yang membentuk
pada tahapan nafs secara aktual. (Musa Asy’ari, Filsafat Islam, 1999)
Bagi Freire dalam memahami hakekat manusia dan kesadarannya tidak dapat
dilepaskan dengan dunianya. Hubungan manusia harus dan selalu dikaitkan
dengan dunia dimana ia berada. Dunia bagi manusia adalah bersifat
tersendiri, dikarenakan manusia dapat mempersepsinya kenyataan diluar
dirinya sekaligus mempersepsikan keberadaan didalam dirinya sendiri.
Manusia dalam kehadirannya tidak pernah terpisah dari dunidan
hungungganya dengan dunia manusia bersifat unik. Status unik manusia
dengan dunia dikarenakan manusia dalam kapasistasnya dapat mengetahui,
mengetahui merupakan tindakan yang mencerminkan orientasi manusia
terhdap dunia. Dari sini memunculkan kesadaran atau tindakan otentik,
dikarenakan kesadaran merupakan penjelasnan eksistensi penjelasan
manusia didunia.
Orientasi dunia yang terpuasat oleh releksi kritiuas serta kemapuan
pemikiran adalah proses mengetahui dan memahami. Dari sini manusia
sebagaiu suatu proses dan ia adalah mahluk sejarah yang terikat dalam
ruang dan waktu. Manusia memiliki kemapuan dan harus bangkit dan
terlibat dalam proses sejarah dengan cara untuk menjadi lebih. (Siti
Murtiningsih, Pendidikan sebagai Alat Perlawanan, 2004)
Manusia dalam konsep al Quran mengunakan kensep filosofis, seperti halnya dalam proses kejadian adam mengunakan bahasa metaforis filosofis yang penuh makna dan simbol. Kejadian manusia yakni esensi kudrat ruhaniah dan atributnya, sebagaimana dilukiskan dalam kisah adam dapat diredusir menjadi rumus.
Manusia dalam konsep al Quran mengunakan kensep filosofis, seperti halnya dalam proses kejadian adam mengunakan bahasa metaforis filosofis yang penuh makna dan simbol. Kejadian manusia yakni esensi kudrat ruhaniah dan atributnya, sebagaimana dilukiskan dalam kisah adam dapat diredusir menjadi rumus.
- 3. Filsafat manusia
Ruang lingkup filsafat manusia dan metodenya pertama-tama mencoba
memahami filsafat manusia dengan menjelaskan objek material dan objek
formalnya, menjelaskan persamaan, perbedaan dan hubungan antara filsafat
manusia dengan berbagai ilmu tentang manusia lain lalu baru disampaikan
metode-metode dalam filsafat manusia. Pejajaran pertama yaitu tentang
corak dan berbagai aliran dalam filsafat manusia dibagi atas:
- Corak pemikiran manusia dalam filsafat manusia
- Berbagai aliran dalam filsafat manusia
- Pembahasan tentang tesis-tesis tentang manusia dan gambaran manusia seutuhnya
Dimensi kejasmanian dan kerohanian antara lain membahas tentang: - Manusia sebagai makhluk yang memiliki struktur fisik (tubuh)
- Manusia sebagai makhluk yang memiliki akal budi (jiwa)
- Manusia sebagai makhluk yang memiliki dimensi roh
- Pandangan banyak filsuf terhadap bagaimana hubungan aspek kejasmanian dan kerohanian di dalam diri perorangan.
Kita tahu bahwa manusia merupakan makhluk sosial, oleh karena itu
filsafat manusia juga membahas tentang dimensi sosialitas dan keunikan
manusia. Pembahasannya dibagi atas beberapa lingkup yaitu:
- Sosialitas manusia
- Manusia sebagai makhluk sosial
- Manusia sebagai pribadi (subjek otonom)
- Manusia sebagai makhluk yang bermasyarakat
- Pandangan tentang sosialitas dan keunikan manusia serta prinsip dasar dalam pengaplikasiannya
Manusia, katakanlah saya atau Anda pasti memiliki corak pemikiran
sendiri sesuai dengan pengalaman dan watak masing-masing. Inilah yang
dapat disebut ideal menurut diri sendiri. Dari sini pembahasan filsafat
manusia juga tidak lepas dari pembahasan manusia sebagai makhluk yang
memiliki idealisme.
Sejak zaman Rousseau, demokrasi, liberal, dan perkembangannya membawa
dampak pendiskusian mendalam tentang kebebasan dan tanggung jawab pada
manusia, meski pun isu kebebasan dan tanggung jawab sebenarnya
seharusnya sudah ada sejak beberapa ribu tahun yang lalu, namun
pembahasannya baru serius tampaknya sejak Rousseau, di sini filsafat juga berperan dalam masalah filosofis tentang kebebasan dan tanggung jawab.
- 4. Manfaat Filsafat Bagi Kehidupan
Dengan befikir filsafat, kita dapat mengatasi kemelut hidup. Hal ini
dapat terjadi karena dengan memahami apa itu filsafat, maka kita dapat
menggunakannya atau menerapkannya didalam kehidupan sehari-hari,
sehingga tidak mengarah kepada jalur yang tidak pernah diharapkan
sebelumnya.
Beragam masalah di Indonesia tidak akan bisa selesai dengan
pendekatan-pendekatan teknis, seperti pendekatan ekonomi teknis,
pendekatan politik teknis, pendekatan teknologi teknis, ataupun
pendekatan budaya teknis. Beragam masalah tersebut bisa selesai dengan
sendirinya, jika setiap orang Indonesia mau berfilsafat, yakni
menjadikan filsafat sebagai jalan hidup, apapun profesi sehari-hari
mereka. Jalan hidup filsafat menawarkan pencerahan yang menggairahkan.
Filsafat timbul karena kodrat manusia. Manusia mengerti bahwa
hidupnya tergantung dari pengetahuannya. Pengetahuan itu digunakan untuk
menyembpurnakan kehidupannya. Karena konsekuensi dari pandangan
filsafat itu sangat penting dan menentukan sikap orang terhadap dirinya
sendri, terhadap orang lain, dunia, dan tuhannya. Tingkah laku manusia
berlainan sekali dengan tingkah laku hewan, manusia adalah merdeka,ia
dapat mengerti, menciptakan kebudayaan, ilmu pengetahuan.
Filsafat itu berhubungan erat dengan sikap orang dan pandangan
hidup manusia, justru karena filsafat mempersoalkan dan menanyakan sebab
– sebab ya ng terakhir dari kesmua yang ada.
Apabila filsafat dijadikan suatu ajaran hidup maka ini berarti bahwa
orang mengharapkan dari filsafat itu dasar – dasar ilmiah yang
dibutuhkannya nuntuk hidup. Filsafat diharapkan memberikan petunjuk –
petunjuk tentang bagaimana kita harus hidup untuk menjadi manusia
sempurna, baik, susila dan bahagia.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Masalah manusia adalah terpenting dari semua masalah. Peradaban hari
ini didasarkan atas humanisme, martabat manusia serta pemujaan terhadap
manusia. Ada pendapat bahwa agama telah menghancurkan kepribadian
manusia serta telah memaksa mengorbankan dirinya demi tuhan. Agama telah
memamaksa ketika berhadapan dengan kehendak Tuhan maka manusia tidak
berkuasa.
Kehendak itu harus memiliki tujuan agar dapat makan kehendak tidak
sirna. Tujuan tersebut tidak ditetapakan oleh hukum-hukum sejarah dan
takdir dikarenakan manusia kehendak bebas dan berkreatif.
Beragam masalah di Indonesia tidak akan bisa selesai dengan
pendekatan-pendekatan teknis, seperti pendekatan ekonomi teknis,
pendekatan politik teknis, pendekatan teknologi teknis, ataupun
pendekatan budaya teknis. Beragam masalah tersebut bisa selesai dengan
sendirinya, jika setiap orang Indonesia mau berfilsafat, yakni
menjadikan filsafat sebagai jalan hidup, apapun profesi sehari-hari
mereka. Jalan hidup filsafat menawarkan pencerahan yang menggairahkan.
- Saran
Dalam kehidupan, manusia harus mengenal filsafat agar hidup bisa
lebih terarah dan tujuan hidup bisa tercapai dengan baik serta sempurna.
Untuk mencapai itu semua manusia harus berusaha memahami dan mengerti
apa konsep dari filsafat itu sebenanrnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://kuliahfilsafat.blogspot.com/2009/04/tujuan-fungsi-dan-manfaat-filsafat.html ( 9 November 2010)
http://aprillins.com/2009/1158/pelajaran-mata-kuliah-filsafat-manusia/ ( 9 November 2010)
http://odyrogents.wordpress.com/filsafat-manusia/ ( 9 November 2010)
Fuhriman, D (3 Septemper 2009). Filsafat Kehidupan.
Tersedia di http://id.shvoong.com (9 November 2010)
Huky, Wila. 1981. Capita Selecta, Pengantar Filsafat. Surabaya: Usaha Nasional
Salam, Burhanuddin. 1995. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar