Rabu, 30 November 2016

FILSAFAT PRAGMATISME


A.  Sejarah Lahirnya Filsafat Pendidikan Pragmatisme
          Pragmatisme dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami. Pendiri filsafat pragmatisme di Amerika adalah Charles Sandre Peirce (1839-1914), William James (1842-1910), dan John Dewey (1859-1952). Keiga filosof tersebut berbeda, baik dalam metodologi maupun dalam kesimpulannya. Pragmatisme Pierce dilandasi oleh fisika dan matematika, filsafat Dewey dilandasi oleh sains-sains sosial dan biologi, sedangkan pragmatisme James adalah personal, psikilogis, dan bahkan mungkin religius.
          Istilah pragmatisme berasal dari perkataan “pragma” artinya praktik atau aku berbuat. Maksudnya bahwa makna segala sesuatu tergantung dari hubungannya dengan apa yang dapat dilakukan.
          Istilah lainnya yang dapat diberikan pada filsafat pragmatisme adalah instrumentalisme dan eksperimentalisme. Disebut instrumentalisme, karena alirannya ini menganggap bahwa potensi intelegensi manusia sebagai kekuatan utama manusia harus dianggap sebagai alat (instrumen) untuk menghadapi semua tantangan dan masalah dalam pendidikan. Intelegensi bukanlah tujuan, melainkan alat untuk hidup, unuk kesejahteraan, untuk mengembangkan kepribadian manusia. Selain itu instrumentalisme menganggap bahwa dalam hidup ini tidak dikenal tujuan akhir, melainkan hanya tujuan antara dan sementara yang merupakan alat untuk mencapai tujuan berikutnya, termasuk dalam pendidikan tidak mengenal tujuan akhir. Kalau suatu kegiatan telah mencapai tujuan, maka tujuan tersebut dapat dijadikan alat untuk mencapai tujuan berikutnya.
Dikatakan eksperimentalisme, karena filsafat ini menggunakan metode eksperimen dan berdasarkan atas pengalaman dalam menentukan kebenarannya. Eksperimentalisme menyadari dan mempraktekkan bahwa asas eksperimen (percobaan ilmiah) merupakan alat utama untuk menguji kebenaran suatu teori. Percobaan-percobaan tersebut akan membuktikan apakah suatu ide, teori, pandangan, benar atau tidak. Denganpercobaan itulah subyek memiliki pengalaman nyata untuk mengerti suatu teori, suatu ilmu pengetahuan.

B.  Konsep Dasar Filsafat Pragmatisme
Konsep dasar filsafat pragmatisme di antaranya :
1.    Realitas
Manusia dan lingkungannya berdampingan, dan memiliki tanggung jawab yang sama terhadap realitas. Perubahan merupakan esensi realitas, dan manusia harus siap mengubah cara-cara yang akan dikerjakannya. Menurut Dewey, manusia secara langsung mencari dan menghadapi suatu realita disini dan sekarang sebagai lingkungan hidup.
Hakekat realita adalah perubahan yang terjadi secara terus-menerus dalam kehidupan di jagat raya ini. Teori ini didasari pandangan yang disebut “panta rei”, artinya mengalir secara terus-menerus. Bagi pragmatisme tidak dikenal istilah metafisika, karena mereka tidak pernah memikirkan hakikat dibalik realitas yang dialami dan diamati oleh pancaindera manusia.
Pengalaman manusia tentang penderittaan, kesedihan, kegembiraan, keindahan, kekacauan, kebodohan, kegagalan hidup dan sebagainya merupakan realita yang dihadapi manusia sampai ia mati. Pengalaman merupakan suatu perjuangan, karena hidup sebenarnya adalah perubahan-perubahan itu sendiri.
Menurut Noor Syam (1984), pengalaman itu dinamis, temporal, spasial, dan pluralistis.
a.    Pengalaman itu dinamis
Hidup itu selalu dinamis, menuntut penyesuaian secara terus-menerus dalam semua aspek kehidupan. Realita tersebut menuntut tindakan-tindakan dinamis yang bersifat alternattif-alternatif.
b.    Pengalaman ittu temporal
Seperti alam, kebudayaan pun mengalami perkembangan, mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Pemgalaman berawal, berlangsung dalam waktu, dan berakhir pula dalam waktu.
c.    Pengalaman itu spasial
Pengalaman terjadi ditempat tertentu lingkungan kehidupan manusia.
d.   Pengalaman itu pluralistis
Pengalaman itu terjadi seluas adanya antar hubungan dan antar aksi manusia dimana individu itu terlibat. Subyek yang mengalami pengalaman menangkap dengan seluruh kepribadiannya, dengan rasa, karsa, kikir, dan pancainderanya. Sehingga pengalaman itu bersifat pluralistik.
Tema pokok filsafat pragmaisme adalah :
a.    Esensi realitas adalah perubahan.
b.    Hakikat sosial dan biologis manusia yang esensial.
c.    Relativitas nilai.
d.   Penggunaan intelegensi secara kritis.
          Watak pragmatisme adalah humanistis dan menyetujui suatu dalil “manusia adalah ukuran segala-galanya” (man is the measure of all things). Tujuan dan alat pendidikan harus fleksibel dan terbuka untuk perbaikan secara terus-menerus. Tujuan dan cara untuk mencapai tujuan pendidikan harus rasional dan ilmiah.
2.   Pengetahuan
          Pragmatisme yakin bahwa akal manusia aktif dan selalu ingin meneliti. Pengetahuan sebagai transaksi antara manusia dengan lingkungannya, dan kebenaran merupakan bagian dari pengetahuan. Inti dari pengalaman adalah berupa masalah-masalah yang dihadapi oleh individu atau sekelompok individu. Pengalaman pada dasarnya selalu berubah, maka unuk memecahkan masalah tersebut adalah dengan pengetahuan-pengetahuan atau hipotesis-hipotesis. Pragmatisme mengajarkan bahwa tujuan semua berpikir adalah kemajuan hidup. Nilai pengetahuan manusia harus dinilai dan diukur dengan kehidupan praktis.
Teori kebenaran merupakan alat yang kita pergunakan untuk memecahkan masalah dalam pengalaman kita. Oleh karena itu, pengetahuan harus dinilai menurut dalam pengertian mengenai keberhasilannya menjalankan fungsinya.
Menurut John Dewey,yang dikemukakan oleh Waini rasyidin (1992 : 144), dalam menerapkan konsep pragmatisme secara eksperimental dalm memecahkan masalah hendaknya melalui lima tahapan yaitu :

a.    Indeterminate situasion
b.    Diagnosis
c.     Hypotesis
d.   Hypotesis testing
e.     Evaluasion
Pengalaman manusia berbentuk aktifitas untuk memperolah pengetahuan. Menurut Dewey, tugas filsafat adalah memberikan garis-garis pengarahan bagi perbuatan dalam kenyataan hidup. Oleh karena itu, filsafat tidak boleh tenggelam dalam pemikiran-pemikiran metafisik yang tidak ada faedahnya. Filsafat harus berpijak pada pengalaman, dan meneliti serta mengolah pengalaman secara kritikal.

3. Nilai
Pragmatisme mngemukakan pandangan tentang nilai, bahwa nilai itu relatif. Pragmatisme menyarankan untuk menguji kualitas nilai dengan cara yang sama seperti kita menguji kebenaran pengetahuan. Kita harus mempertimbangkan perbuatan manusia dengan tidak tidak memihak, dansecara ilmiah memiliki nilai-nilai yang tampaknya memungkinkan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi manusia.nilai-nilai itu tidak akan dipaksakan dan akan disetujui setelah diadakan diskusi secara terbuka.nilai lahir dari keinginan, dorongan, dan perasaan serta kebiasaan manusia, sesuai dengan watak sebagai kesatuan antara faktor biologis dan sosial dalam diri dan kepribadiannya. Nilai merupakan suatu realitas dalam kehidupan, yang dapat dimengerti sebagai suatu wujud dalam perilaku manusia, sebagai suatu pengetahuan dan sebagai suatu ide.  
C. Implikasi Filsafat Pendidikan Pragmatisme
     1.  Konsep pendidikan
Filsafat Pragmatisme telah memberikan suatu sumbangan yang sangat besar terhadap teori pendidikan. John dewey merupakan okoh pragmatisme yang membahas pendidikan dan secara sistematis menyusun teori pendidikan yang didasarkan atas filsafat pragmatisme.
Menurut Dewey, terdapat dua teori pendidikan yang saling bertentangan. Kedua teori tersebut adalah paham konservatif dan “unfolding theory” (teori pemerkahan). Menurut teori konservatif, pendidikan adalah suatu pembentukan terhadap pribadi anak tanpa memperhatikan potensi yang ada pada anak. Jelasnya pendidikan merupakan proses pembentukan jiwa dari luar, dimana siswa tinggal menerima pelajaran saja, materinya sudah ditentukan pendidik.
Sedangakan “unfolding theory” berpandangan bahwa anak akan berkembang dengan sendirinya, karena kekuatan laten yang dimilikinya.  Menurut pragmatisme, pendidikan bukan merupakan suatu proses pembentukan dari luar, tetapi merupakan suatu proses reorganisasi dan rekonstruksi dari pengalaman-pengalaman individu dapat dikatakan baik anak maupun dewasa selalu belajar dari pengalaman.
          Selanjutnya John Dewey mengemukakan perlunya atau pentingnya pendidikan berdasarkan atas tiga pokok pemikiran, yaitu ;
1). Pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup,
2). Pendidikan sebagai pertumbuhan, dan
3). Pendidikan sebagai fungsi sosial.

1). Pendidikan merupakan kebutuhan hidup
            Karena adanya anggapan baahwa pendidikan selain sebagai alat, juga berfungsi sebagai pembaharuan hidup,“a renewal of life”. Hidup itu selalu berubah, selalu menuju pada pembaharuan.hidup merupakan keseluruhan tingkatan pengalaman individu dengan kelompok. Untuk kelangsungan hidup diperlikan usaha untuk mendidik anggota masyarakat, mereka akan berusaha memenuhi kebutuhan sebagai minat pribadi (personal interest). Bahwa pembaharuan hidup tidak otomatis, melainkan banyak tergantung pada teknologi, seni, ilmu pengetahuan, dan perwujudan moral kemanusiaan. Untuk itulah semuanya membutuhkan pendidikan.
2). Pendidikan sebagai pertumbuhan
          Menurut Dewey, pertumbuhan merupakan perubahan yang berlangsung terus untuk mencapai  suatu hasil selanjutnya.Pertumbuhan itu terjadi karena kebelummatangan. Disitu anak memiliki kapasitas pertumbuhan potensi, yaitu kapasitas yang dapat tumbuh menjadi sesuatu yang berlainan, karena pengaruh yang datang dari luar. Ciri dari kebelummatangan adalah adanya ketergantungan dan plastisitas anak. Kalau diterapkan pada pendidikan, bahwa kekuatan untuk tumbuh tergantung pada kebutuhan atau ketergantungan terhadap orang lain dan plastisitas yang dimiliki anak. Yang dimaksud plastisitas adalah kemampuan belajar dari pengalaman, yang merupakan pembentukan kebiasaan. Kebiasaan yang mengambil “habituation” , yaitu keseimbangan dan kebutuhan yang ada pada aktivitas dengan lingkungan dan kapasitas yang aktif untuk mengadakan penyesuaian kembali.

3). Pendidikan sebagai fungsi sosial
Menurut Dewey, kelangsungan hidup terjadi karena self renewal. Kelangsungan ini terjadi karena pertumbuhan , karena pendidikan yang diberikan pada anak-anak dan pemuda di masyarakat. Dalam hal ini, lingkungan merupakan syarat bagi pertumbuhan, dan fungsi pendidikan merupakan “a process of leading and bringing up”, pendidikan merupakan suatu cara yang ditempuh masyarakat dalam membimbing`anak yang masih belum matang menurut bentuk susunan sosial sendiri.Sekolah merupakan alat transisi, merupakan suatu lingkungan khusus yang memiliki tiga fungsi, yaitu :
Yang pertama, menyederhanakan dan menerbitkan faktor-faktor bawaan yang dibutuhkan untuk berkembang.
Kedua, memurnikan dan mengidealkan kebiasaan masyarakat yang ada
Ketiga, menciptakan lingkungan yang lebih luas, dan lebih baik daripada yang diciptakan anak tersebut dan menjadi milik mereka untuk dikembangkan.

2. Tujuan Pendidikan
       Objektivitas tujuan pendidikan harus diambil dari masyarakat dimana anak hidup, diman pendidikan berlangsung, karena pendidikan berlangsunnng dalam kehidupan. Menurut pragmatisme, tujuan pendidikan tidak dapat ditetapkan pada semua masyarakat, kecuali apabila terdapat hubungan timbal balik antara masing-masing individu antara masyarakat tersebut.
Jadi, tujuan pendidikan harus dihasilkan dari situasi kehidupan di sekeliling anak dan pendidik. Tujuan pendidikan menurut pragmatisme , bersifat temporer, karena tujuan itu merupakan alat untuk bertindak.
Beberapa karakteristik tujuan pendidikan yang harus diperhatikan :
-          Tujuan pendidikan hendaknya ditentukan dari kegiatan yang didasarkan atas kebutuhan intrinsik anak didik.
-          Tujuan pendidikan harus mampu memunculkan suatu metode yang dapat mempersatukan aktivitas pengajaran.
-          Tujuan pendidikan adlah spesifik dan langsung. Pendidikan harus tetap terjaga untuk tidak mengatakan yang berkaitan dangan tujuan umum dan tuuan akhir.
Tujuan pendidikan adalah kehidupan yang baik, yang dapat dimiliki oleh individu maupun masyarakat. Kehidupan yang baik merupakan pertumbuhan yang maksimu, yang dapat diukur oleh yang memiliki intelegensi yang baik. Perbuatan yang cerdas merupakan jaminan terbaik untuk melangsungkan pertumbuhan. 

3.  Proses Pendidikan
Menurut filsafat pragmatisme, pelajaran harus didasarkan atas fakta-fakta yang sudah diobservasi, dipahami, serta dibicarakan sebelumnya. Bahan pelajaran terdiri atas seperangkat tindakan untuk memberi isi kepada kehidupan sosial yang ada pada waktu itu. Dewey tidak setuju pad bahan pelajaran yang telah disampaikan terlebih dahulu. Karena realitas dihasilkan dari interaksi manusia dengan lingkungannya, maka anak harus mempelajari dunia seperi dunia mempengaruhinya, dimana ia hidup. Sekolah tidak dipisahkan dari kehidupan, seperti dikemukakan Bode : sekolah merupakan cara khusus untuk mengatur lingkungan, direncanakan, dan diorganisasikan.dengan sekolah kita dapat menolong anak yang dalam menciptakan kehidupan yang baik. Pendidikan adalah kehidupan itu sendiri bukan persiapan untuk suatu kehidupan.
Pragmatisme meyakini bahwa pikiran anak itu aktif dan kreatif, tidak secara pasif saja menerima apa yang diberikan gurunya. Pengetahuan dihasilkan dengan transaksi antara manusia dengan lingkungannya, dan kebenaran adalah termasuk pengetahuan. Dalam situasi belajar, guru menyusun situasi-situasi belajar mengenai masalah utama yang dihadapi. Dalam menentukan kurikulum, setiap pelajaran tidak boleh terpisa, haruus merupakan satu kesatuan. Caranya adalah mengambil suatu masalah menjadi pusat segala kegiatan.
Metode yang sebaiknya digunakan dalam pendidikan adalh metede disiplin bukan dengan kekuasaan. Dengan cara demikian tidak mungkin anak akan mempunyai perhatian yang spontan atau minat langsung terhadap bahan pelajaran.
Disiplin merupakan kemauan dan minat yang keluar dari dalam diri anak sendiri. Anak akan belajar apabila ia memiliki minat dan antisipasi terhadap suatu masalah untuk dipelajari. Anak tidak akan memiliki dorongan untuk belajar matematika seandainya tidak meraskan suatu masalah dimana ia tidak mengetahuinya. Disiplin muncul dari dalam diri anak, namun dituntut suatu aktivitas dari anak yang lainnnya. Dalm usaha belajar tersebut dibutuhkan suatu kerjasama dengan yang lainnya.anak dalam kelas harus merupakan kelompok yang merasakan bersama terhadap suatu masalah dan bersama-sama memecahkan masalah tersebut, tak erlepas dari peran guru itu semua terjadi, karena guru merupan suatu petunjuk jalan serta pengamat tingkah laku anak, untuk mengetahui apa yang menjadi minat perhatian anak. Dengan begitu, guru dapat menentukan masalah yang akan dijadikan pusat perhatian anak.
Saran yang harus diperhatikan guru, dalm menghadapi siswa di kelas :
  •           Guru tidak memaksakan suatu ide atau pekerjaan yang tidak sesuai dengan minat dan kemampuan siswa.
  •               Guru harus menciptakan situasi yang menyebabkan siswa merasakan adanya suatu masalah yang ia hadapi, sehingga timbul minat masing-masing siswa.
  •                    Untuk membangkitkan minat anak, guru hendaknya mengenal kemampuan dan minat masing-masing siswa.
  •                   Guru dapat menciptakan situasi yang menimbulkan kerja sama dalam belajar.
Jadi guru bertugas sebagai fasilitator , memberi dorongan dan kemudahan kepada siswa, dengan begitu anak akan belajar sambil bekerja. Anak harus dibangkitkan kecerdasannya, agar pada diri anak timbul hasrat untuk menyelidiki secara teratur akhirnya dapat berpikir ilmiah dan logis.
Power pun mengemukakan implikasi filsafat pendidikan pragmatisme terhadap pelaksanaan pendidikan sebagai berikut :
1. Tujuan pendidikan
Memberi pengalaman untuk penemuan hal-hal baru dalm hidup sosial dan pribadi

 2. Kedudukan siswa
Suatu organisme yang memiliki kemampuan yang luar biasa dan komplrks untuk tumbuh.

 3. Kurikulum
Berisi pengalaman yang teruji yang dapt diubah minat dan kebutuhan siswa yang dibawa ke sekolah dapt menentukakan kurikulum.

4.  Metode
Metode aktif, learning by doing.

5. Peran guru
Mengawasi dan membimbing pengalaman belajar siswa, tanpa mengganggu minat dan kebutuhannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar