Apa itu filsafat? Dengan pertanyaan itu kita telah memasuki medan
filsafat, karena pertanyaan yang dimulai dengan apa merupakan salah satu
pertanyaan filsafat. Pertanyaan demikian dijawab dengan pengertian.
Pengertian dirumuskan dengan definisi. Sedangkan definisi filsafat
terdapat perselisihan di antara para filosof. Filosof menurut Herbert
berpendapat, bahwa kewajiban filsafat ialah mengerjakan
pengertian-pengertian yang dipakai oleh ilmu-ilmu yang lain. Dalam
kerjanya, ilmu mulai dengan pertanyaan apa tentang sesuatu yang
dihadapinya. Menjawabnya dengan pembentukan pengertian, pengertian itu
dirumuskan oleh ss (takrif). Adapun yang membentuk pengertian dan
merumuskan definisi itu adalah filsafat. Sedangkan menurut
Kant, filsafat adalah pokok dan pangkal segala pengetahuan dan
pekerjaan. Ada 4 pertanyaan yang menggariskan lapangan filsafat:
1. Apa yang bias kita ketahui? Dijawab oleh filsafat metafisika,
2. Apa yang boleh kita kerjakan? Dijawab oleh filsafat etika,
3. Sampai dimanakah pengharapan kita? Dijawab oleh filsafat agama,
4. Apakah yang dinamakan manusia? Dijawab oleh filsafat antropologi.
2. Apa yang boleh kita kerjakan? Dijawab oleh filsafat etika,
3. Sampai dimanakah pengharapan kita? Dijawab oleh filsafat agama,
4. Apakah yang dinamakan manusia? Dijawab oleh filsafat antropologi.
Jenis agama. Ada dua jenis agama: agama budaya-ardhi
dan agama langit-samawi, menurut kepustakaan barat menyebut natural
religion (agama alam) dan revealed religion (agama wahyu). Kajian agama
secara etimologi menurut bahasa Sansekerta (Indo Jerman) bahwa akar kata
a-gam-a ialah gam yang berarti pergi atau berjalan (dalam bahasa
Belanda gaan, Inggris go). Istilah pergi atau jalan kemana? Menurut
agama Hindu jalan menuju ke Nirvana, menurut Islam: syari’at, thariqah, shirathal mustaqim (jalan lurus), peristilahan Cina: tao; peristilahan Jepang: shinto, menurut Budha
jalan delapan; dan menurut Tuhan Nasrani, “Yesus” berkata kepada
pengikut-pengikutnya: “ikutlah jalanku”. Jadi, pemaknaan agama-agama:
umumnya ditemukannya jalan pada batinnya.
Adapun keselarasan antara filsafat dan agama menurut al-Kindi di
dasarkan pada 3 alasan: (1) Ilmu agama merupakan bagian dari filsafat,
(2) Wahyu yang diturunkan kepada Nabi dan kebenaran filsafat saling
bersesuaian, (3) menuntut ilmu, secara logika, diperintahkan dalam
agama.
* Dua Tradisi Besar Filsafat:
a) Filsafat Tradisional, “the perennial philosophy” yang sering
dibahas “Yang Suci” (The Secred) atau “Yang Satu” (The One) dalam satu
manifestasinya, seperti dalam agama, filsafat, sains dan seni.
b) Filsafat Modern : justru sebaliknya. Yakni, membersihkan “Yang Suci” dan “Yang Satu” dari alam pemikiran filsafat, sains dan seni – telah benar-benar dikosongkan dari adanya “Yang Suci” atau dilepaskan dari kesadaran kepada “Yang Satu”.
b) Filsafat Modern : justru sebaliknya. Yakni, membersihkan “Yang Suci” dan “Yang Satu” dari alam pemikiran filsafat, sains dan seni – telah benar-benar dikosongkan dari adanya “Yang Suci” atau dilepaskan dari kesadaran kepada “Yang Satu”.
Jadi filsafat agama. Bertolak dari definisi filsafat, adalah takrif
filsafat agama: system kebenaran tentang agama sebagai hasil berpikir
secara radikal, sistematis dan universal. Dasar-dasar agama yang
dipersoalkan dipikirkan menurut logika (teratur dan berdisiplin) dan
bebas. Ada 2 bentuk filsafat agama, yakni filsafat agama pada umumnya
dan filsafat sesuatu agama.
B. Kajian Filsafat Agama dalam Perspektif Filosof Muslim
Persesuaian antara filsafat dan agama sudah sepantasnya dianggap
sebagai ciri terpenting filsafat Islam. Yang dalam perkembangannya
terdapat pertentangan-pertentangan antara filosof dengan fuqaha dan
teolog pada tingkat argumentatifnya.
Adapun kajian filsafat agama dalam perspektif filosof Muslim telah
banyak menyumbang akan pesatnya perkembangan peradaban dalam Islam.
Mula-mulanya para filosof Muslim terkemuka bermula sebagai ilmuwan, yang
kemudian beralih sebagai filosof, yakni filosof adalah orang yang
berani dalam pemikiran, selanjutnya berani dalam sikap hidup dan
pandangan dunia sebagai hasil dari pemikiran itu (seperti: al-Farabi,
ibn Sina, ibn Rusyd dan yang lainnya).
Bahkan dalam hal ini al-Kindi diklasifikasikan sebagai filosof alami,
meskipun al-Kindi sering kali memberi keseimbangan atas hasil karya
filosof Yunani;
misalnya, risalah al-Kindi tentang filsafat awal, bahwa “filsafat
adalah pengetahuan tentang hakikat segala suatu dalam batas-batas
kemampuan manusia, karena tujuan para filosof dalam berteori ialah
mencapai kebenaran, dan dalam berpraktek, ialah menyesuaikan dengan
kebenaran.” Pada akhir risalahnya, ia menyifati Allah dengan istilah
“kebenaran”, yang merupakan tujuan filsafat. “Maka Satu Yang Benar
(al-Wahid al-Haq) adalah yang pertama, Sang Pencipta, Sang Pemberi Rizki
semua ciptaan-Nya…” pandangan ini berasal dari filsafat Aristoteles,
tetapi ‘Penggerak Tak Tergerakkan’ (Unmoveable Mover)-nya Aristoteles
diganti dengan sang ‘Pencipta’; perbedaan ini menjadi inti system
filsafat al-Kindi.
Doktrin al-Farabi untuk mencapai kesesuaian antara filsafat dan agama
telah dikritik oleh al-Ghazali, namun sikap heran sementara ditujukan
oleh ibnu Sina dan ibn Rusyd yang sekaligus keduanya terkagum akan karya
al-Farabi. Ibn Sina mengikuti sepenuhnya teori al-Farabi tentang
kenabian dan Ibn Rusyd mengakui keabsahan teori ini. Karya al-Farabi
yang selain tentang teori kenabian antara lain: 1. Logika, 2. Kesatuan
Filsafat, 3, Teori 10 Kecerdasan, 4. Teori tentang Akal, 5. Penafsiran atas al-Qur’an; dan, 6. Teori tentang Kenabian. “Al-Farabi
hampir memandang segala sesuatu sebagai jiwa. Tuhannya adalah jiwa dari
segala jiwa, lingkungan-lingkungan astronomisnya diatur oleh jiwa-jiwa
langit, dan pangeran kotanya adalah seorang yang jiwa mengatasi
tubuhnya”. Spiritualisme ini berakar pada gagasan-gagasan dan
konsepsi-konsepsi, dan secara keseluruhan untuk dispekulasikan dan
direnungkan . yang Esa adalah renungan tiada tara dan akal yang
mengakali diri. Kemajuan-kemajuan lainnya disebabkan oleh akal ini.
Melalui spekulasi dan perenungan, manusia dapat berhubungan dengan dunia
langit dan memperoleh kebahagiaan sempurna.
Lain halnya menurut Muhammad ibn Zakaria al-Razi (seorang rasionalis
murni) yang menolak tugas dan fungsi kenabian, terutama menolak mu’jizat
(i’jaz) al-Qur’an, baik karena gayanya maupun isinya. Ia lebih menyukai
buku-buku ilmiah daripada kitab-kitab suci, sebab buku-buku ilmiah
lebih berguna bagi kehidupan manusia daripada kitab-kitab suci.
Buku-buku kedokteran, geometri, astronomi dan logika lebih berguna dari
pada Injil dan Al-Qur’an. Meskipun ia percaya adanya Tuhan, namun ia tidak mempercayai agama manapun.
C. Krangka Berfikir (Proses Penggunaan Akal) dalam Filsafat Agama
Penjabaran yang mengenai proyeksi akal dalam filsafat agama al-Farabi
telah mengelompokkan akal dalam 2, yakni: (1) Akal praktis, yaitu yang
menyimpulkan apa yang mesti dikerjakan; dan (2) Akal teoritis, yaitu
yang membantu menyempurnakan jiwa. Akal toritis ini dibagi lagi menjadi:
yang fisik (material), yang terbiasa (habitual); dan yang diperoleh
(acquired).
Seiring dengan yang diungkapkan oleh ibn Rusyd, sekali pun ia
menyanjung tenaga akal dan mempercayai akan kemampuannya untuk
mengetahui, namun ia mempercayai pula, bahwa ada hal yang terletak di
luar kemampuan akal untuk diketahuinya. Karena itu ia menyarankan supaya
kita haruskembali kepada wahyu yang diturunkan untuk menyempurnakan
pengetahuan akal.
Secara garis besar menurut al-Farabi pikiran manusia biasa akan
mencapai kesempurnaannya manakala ia menjadi ‘aql mustafad dalam
peringkatnya lebih rendah dari akal aktif terpisah yang melahirkannya,
namun ia tetap adalah aktifitas murni dengan caranya sendiri, yang tidak
lagi memerlukan kemampuan-kemampuan jiwa rendah untuk
operasi-operasinya. Karenanya, dari sudut pandang ini ia dapat
dibandingkan dengan akal aktif. Lebih-lebih, pada tahap ini, ia mampu
memikirkan akal aktif itu sendiri yang selama ini menjadi satu-satunya
agen produktifnya. Jadi, Akal Aktif menjadi bentuk dari ‘aql mustafad
dan filsuf yang sempurna, atau iman (atau Nabi) pun muncul. Sebagian
atau satu tingkat tertentu dari Akal Aktif (yang dinamakan Roh Kudus)
terlibat, suatu bagian yang tetap berada di luar jangkauan dan tak
tercapai oleh akal manusia.
D. Tentang Filsafat Ilmu
Apa yang dimaksud dengan filsafat ilmu?
Filsafat ilmu adalah: penyelidikan tentang ciri-ciri mengenai pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut.
Filsafat ilmu adalah: penyelidikan tentang ciri-ciri mengenai pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut.
1. penjelasan arti ilmu secara etimologi
Ilmu berasal dari b.arab : alima ya’lamu, ilman, dengan wazan fa’ila yaf’alu yang berarti mengerti, memahami benar-benar.
Pengertian ilmu yang terdapat dalam kamus bahasa Indonesia adalah: pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode- metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang {pengetahuan} itu.
Pengertian ilmu yang terdapat dalam kamus bahasa Indonesia adalah: pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode- metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang {pengetahuan} itu.
2. penjelasan beberapa pengertian ilmu menurut beberapa para ahli
a. Mohammad hatta
Ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hokum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukanya tampak dari luar, maupunmenurut bangunanya dari dalam.
Ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hokum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukanya tampak dari luar, maupunmenurut bangunanya dari dalam.
b. Karl pearson
Ilmu yaitu : lukisan atau keterangan yang komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.
Ilmu yaitu : lukisan atau keterangan yang komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.
c. Harjoso, guru besar antropologi di Universitas pajajaran, menerangkan bahwa ilmu adalah:
1. merupakan akumulasi pengetahuan yang disestematikan.
2. Suatu pendekatan atau metode pendekatan trhadap seluruh dunia ampiris, yaitu dunia yang terikat oleh factor ruang dan waktu, dunia yangada perisipnya dapat diamati oleh panca indra manusia.
3. Suatu cara menganalisis yang mengizinkan kepada para ahlinya untuk menytakan sesuatu proposisi dalam bentuk, jika…..maka…..
3. pemahaman : a).pengetahuan, b). ilmu
a. pengetahuan adalah : keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun,
baik yang mengenai metafisik maupun fisik, atau pengertian pengetahuan
informasi yang berupa common sense. Pengertian diibaratkan lidi-lidi
yangyang masi h berserakan dipohon kelapa, dipasar dan dipohon lain yang
belum tersusun dengan baik.
b. ilmu yaitu : sebagaian pengetahuan yang mempunyai cirri, tanda, syarat tertentu yaitu : sistematik, rasional, emipris, universal, objektif, dapat diukur, terbuka, dan komulatif {bersusun timbun }. Ilmu sudah merupakan bagian yang lebih tinggi dari itu karena memiliki metode dan mekanisme tertentu. Ilmu diibaratkan seperti sapulidi yang sudah diraut dan dipotong ujung dan pangkalnya kemudian diikat, sehingga menjadi sapu lidi.
b. ilmu yaitu : sebagaian pengetahuan yang mempunyai cirri, tanda, syarat tertentu yaitu : sistematik, rasional, emipris, universal, objektif, dapat diukur, terbuka, dan komulatif {bersusun timbun }. Ilmu sudah merupakan bagian yang lebih tinggi dari itu karena memiliki metode dan mekanisme tertentu. Ilmu diibaratkan seperti sapulidi yang sudah diraut dan dipotong ujung dan pangkalnya kemudian diikat, sehingga menjadi sapu lidi.
4. perbedaan dan persamaan filsafat dan ilmu
a. keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki objek selengkap-lengkapnya sampai keakar-akarnya.
b. keduanya memberikan pengertian mengenai hubungan atau koheren yang ada antara kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukkan sebab-sebabnya.
c. keduanya hendak memberikan sintesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan.
d. keduanya mempunyai metode dan system.
e. keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari hasyrat manusia (objektivitas ), atau pengetahuan yang lebih mendasar.
b. keduanya memberikan pengertian mengenai hubungan atau koheren yang ada antara kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukkan sebab-sebabnya.
c. keduanya hendak memberikan sintesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan.
d. keduanya mempunyai metode dan system.
e. keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari hasyrat manusia (objektivitas ), atau pengetahuan yang lebih mendasar.
5. tujuan filsafat ilmu
a. mendalami unsur-unsur ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami sumber, hakekat dan tujuan ilmu.
b. memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan ilmu diberbagai sehingga kita mendapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara histories.
c. menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang ilmiah dan non ilmiah.
d. Mendorong para calon ilmuwan untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan pengembanganya.
e. mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan.
b. memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan ilmu diberbagai sehingga kita mendapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara histories.
c. menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang ilmiah dan non ilmiah.
d. Mendorong para calon ilmuwan untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan pengembanganya.
e. mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan.
DAFTAR PUSTAKA
Gazalba, Sidi. “Sistematika Filsafat”, Jakarta: Bulan Bintang, 1992.
Rahman, Fazlur. “Kenabian di Dalam Islam”, Bandung: Penerbit Pustaka, 2003.
Syarif, M.M. M.A. “Para Filosof Muslim”, Bandung: Mizan, 1993.
Mulyadi kartanegara, “epistemologi islam” , bandung: mizan, 2003.
Endang Saifudin Anshori, “Ilmu Filsafat Dan Agama”, Surabaya PT: Bina Ilmu, 1987.
Burhanudin salam, “pengantar filsafat” , Jakarta PT: Bina Aksara, 1988.
Rahman, Fazlur. “Kenabian di Dalam Islam”, Bandung: Penerbit Pustaka, 2003.
Syarif, M.M. M.A. “Para Filosof Muslim”, Bandung: Mizan, 1993.
Mulyadi kartanegara, “epistemologi islam” , bandung: mizan, 2003.
Endang Saifudin Anshori, “Ilmu Filsafat Dan Agama”, Surabaya PT: Bina Ilmu, 1987.
Burhanudin salam, “pengantar filsafat” , Jakarta PT: Bina Aksara, 1988.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar